Transformasi Kebijakan Subsidi LPG 3 kg dari Berbasis Komoditas ke Berbasis Penerima Manfaat
JAKARTA – Pemerintah terus mempersiapkan transformasi kebijakan subsidi LPG tabung 3 kilogram (kg) dari berbasis komoditas menjadi berbasis penerima manfaat. Hal ini diwacanakan dalam Buku II Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2026.
Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan perubahan sistem subsidi LPG dari subsidi selisih harga menjadi subsidi yang diberikan langsung kepada penerima manfaat. Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah sedang menyiapkan basis data sebagai acuan utama.
Beberapa langkah yang dilakukan antara lain pengembangan fitur pendataan konsumen berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), pencocokan data dengan data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), serta penyiapan infrastruktur penyaluran LPG 3 kg.
Dengan basis data yang akurat dan terpadu, penyaluran subsidi dapat lebih tepat sasaran dan menghindari pemborosan anggaran.
Masalah yang Terjadi pada Subsidi LPG 3 kg
Subsidi LPG 3 kg sering kali tidak tepat sasaran. Banyak kelompok menengah atas yang dinikmati oleh subsidi tersebut. Selain itu, anggaran untuk subsidi LPG 3 kg terus meningkat dari tahun ke tahun.
Selama periode 2021-2024, realisasi subsidi BBM tertentu dan LPG 3 kg meningkat dari Rp83,8 triliun pada 2021 menjadi Rp101,8 triliun pada 2024. Untuk tahun 2026, pemerintah menganggarkan belanja subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp105,4 triliun, naik 11,2% dibandingkan outlook 2025.
Subsidi LPG 3 kg menyumbang sekitar 76,2% dari total anggaran tersebut atau mencapai Rp80,3 triliun. Jumlah ini meningkat 16,8% dibandingkan outlook 2025 senilai Rp68,7 triliun.
Peningkatan anggaran ini menunjukkan pentingnya penanganan yang lebih efektif agar subsidi benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan.
Peran Presiden dalam Transformasi Subsidi
Presiden Prabowo Subianto juga telah menyampaikan perhatian khusus terhadap penyaluran subsidi energi. Ia menekankan bahwa subsidi harus adil dan tepat sasaran, bukan hanya dinikmati oleh golongan mampu.
Dalam rapat paripurna DPR RI, ia menegaskan bahwa bantuan dari negara harus diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Dalam pidato pertamanya sebagai presiden, Prabowo memberikan sinyal bahwa skema subsidi akan diubah dari berbasis barang menjadi bantuan langsung tunai.
Dengan mekanisme ini, penyaluran subsidi dapat lebih tepat sasaran. Ia percaya bahwa perkembangan teknologi digital dapat membantu dalam distribusi subsidi yang lebih efisien dan transparan.
Skema Baru Masih Dalam Pembahasan
Meski rencana transformasi sudah diumumkan, skema baru penyaluran subsidi energi masih dalam proses penggodokan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah telah menerima data tentang kebocoran subsidi yang tidak tepat sasaran.
Ia menjelaskan bahwa saat ini subsidi BBM dan LPG diberikan secara terbuka, namun pihaknya berencana untuk mengubah mekanismenya seperti yang diterapkan pada subsidi listrik.
Airlangga menyatakan bahwa nanti akan ada perbedaan harga berdasarkan tingkat penggunaan, mirip dengan mekanisme subsidi listrik. Namun, mekanisme ini masih dalam pembahasan internal dan akan disosialisasikan kepada masyarakat sebelum diterapkan.
Tahapan Transformasi Kebijakan Subsidi LPG
Transformasi kebijakan subsidi LPG 3 kg telah dimulai sejak tahun lalu. Pada tahap pertama, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM No. 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran.
Selanjutnya, Keputusan Dirjen Migas No. 99.K/MG.05/DGM/2023 tentang penahapan wilayah dan waktu pelaksanaan pendistribusian isi ulang LPG tertentu tempat sasaran.
Mulai 1 Januari 2024, pembelian LPG 3 kg hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang telah terdata dalam sistem berbasis web dan/atau aplikasi. Pada fase ini belum ada pembatasan, tetapi masyarakat perlu menunjukkan KTP dan KK sebagai dasar registrasi.
Saran dari Ekonom Senior
Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Ishak menyarankan penerapan skema subsidi tertutup yang berorientasi langsung ke target penerima. Ia menekankan bahwa data yang digunakan harus transparan dan menyeluruh.
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) harus disusun dengan baik agar bisa menjadi dasar penyaluran subsidi yang efektif.
Ishak menilai bahwa tanpa data yang akurat, penyaluran subsidi yang tepat sasaran akan sulit tercapai. Ia menyarankan pemerintah mulai dengan uji coba di wilayah terbatas untuk mengidentifikasi kendala dan memperbaikinya.
Selain itu, cakupannya harus jelas dan tidak hanya mencakup rumah tangga miskin, tetapi juga hampir miskin dan aspiring class agar tidak menimbulkan resisten dan kekacauan.