Jabar  

Meski Tunggak Kredit, Bolehkah Mata Elang Tarik Paksa Kendaraan?

Penarikan Motor Kredit yang Tidak Sesuai Aturan

DEPOK – Polisi di Kota Depok telah menetapkan dua individu berinisial DDJ dan DN sebagai tersangka dalam kasus penarikan paksa kendaraan motor milik seorang pengemudi ojek online bernama HZ (31). Kejadian ini terjadi di kawasan Beji, Kota Depok.

Kasat Reskrim Polres Metro Depok, Kompol Made Gede Oka Utama, menjelaskan bahwa kedua tersangka melakukan tindakan dengan cara mengintai, menghadang motor korban, dan memaksa HZ untuk menandatangani surat serta menyerahkan kendaraannya ke sebuah ruko.

Menurut Made, meskipun ada tunggakan dari pihak korban, tindakan yang dilakukan oleh kedua tersangka tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah mata elang atau debt collector berhak melakukan penarikan kendaraan secara langsung meskipun ada masalah dalam cicilan kredit?

Jaminan Fidusia dalam Kredit Kendaraan

Penarikan kendaraan kredit berkaitan erat dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam aturan tersebut, fidusia merujuk pada pengalihan hak kepemilikan benda berdasarkan kepercayaan, sementara barangnya tetap dikuasai oleh pemilik. Barang seperti kendaraan yang dibeli melalui leasing termasuk dalam kategori ini.

Artinya, kendaraan masih bisa digunakan oleh debitur, namun status kepemilikannya dijaminkan kepada perusahaan pembiayaan hingga cicilan lunas. Untuk memastikan proses penarikan sah secara hukum, beberapa syarat harus dipenuhi.

Syarat Sah Penarikan Motor Kredit

Agar penarikan kendaraan kredit sah secara hukum, eksekusi harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:

  • Adanya sertifikat jaminan fidusia

    Perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan perjanjian fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.130/2012 dan POJK No.29/2014. Tanpa sertifikat ini, penarikan kendaraan oleh leasing atau debt collector dianggap ilegal.

  • Eksekusi tidak boleh dilakukan sepihak

    Putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa wanprestasi atau tunggakan tidak boleh ditetapkan sepihak oleh kreditur. Harus ada kesepakatan awal dengan debitur. Jika gagal, eksekusi hanya bisa dilakukan melalui pengadilan.

  • Prosedur penjualan barang hasil eksekusi

    Penjualan kendaraan hasil eksekusi bisa dilakukan melalui lelang atau bawah tangan, dengan syarat ada pemberitahuan tertulis minimal sebulan sebelumnya dan diumumkan di dua media cetak.

Siapa yang Berhak Menarik Kendaraan?

Tidak semua orang bisa menjadi “penagih utang” atau debt collector. Berdasarkan POJK No.30/POJK.05/2014, debt collector wajib memenuhi beberapa syarat, yaitu:

  • Bernaung di badan hukum resmi yang bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan.
  • Memiliki izin dari instansi terkait.
  • Memegang sertifikat profesi di bidang penagihan yang dikeluarkan PT Sertifikasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia.
  • Membawa surat tugas resmi saat melakukan penarikan kendaraan.

Tanpa memenuhi syarat-syarat ini, tindakan mereka dianggap melanggar hukum. Polisi pun bisa menjerat dengan pasal perampasan.

Kesimpulan

Kasus di Depok menunjukkan praktik mata elang yang sering kali meresahkan masyarakat. Aturan jelas menyatakan bahwa penarikan motor tidak bisa dilakukan sembarangan, meskipun ada tunggakan cicilan.

Debitur memiliki hak dilindungi hukum, sementara kreditur wajib mematuhi prosedur eksekusi sesuai UU Fidusia, POJK, dan putusan MK.

Jika syarat tersebut dilanggar, tindakan mata elang atau debt collector bisa dianggap sebagai perampasan dan berujung pidana. Meski demikian, debitur tetap wajib memperhatikan kewajiban cicilan kendaraannya.

Jika mengalami kesulitan membayar, sebaiknya segera berkomunikasi dengan pihak leasing untuk mencari solusi yang sesuai aturan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *