Kebijakan Baru Bupati Garut yang Mengubah Pola Pemberian TPP ASN
GARUT – Bupati Kabupaten Garut, Abdusy Syakur Amin, kembali menunjukkan langkah tegas dalam menghadapi masalah disiplin pegawai negeri sipil (ASN).
Dalam apel gabungan yang digelar di Lapangan Setda Garut pada Senin (8/9/2025), ia mengumumkan kebijakan baru yang akan berdampak langsung pada kantong para ASN. Mulai Oktober 2025, pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) akan dihitung berdasarkan tingkat kehadiran.
Kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap penurunan kedisiplinan ASN yang semakin mengkhawatirkan. Data yang dirangkum hingga Agustus 2025 menunjukkan bahwa sebanyak 51 ASN telah dikenai hukuman disiplin—jumlah yang meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencatat 19 kasus.
“Jika tidak segera ditangani, hal ini bisa berdampak buruk terhadap pelayanan kepada masyarakat,” ujarnya dengan tegas.
Bupati menyebutkan bahwa rendahnya tingkat absensi di beberapa dinas mencapai 76%. Menurutnya, jika ASN ditempatkan sebagai pekerja korporat, angka tersebut sudah cukup untuk dianggap merugikan perusahaan.
“Di pabrik, bahkan absen 3% saja sudah menjadi masalah. Karena mesin, listrik, dan fasilitas disiapkan, tetapi tidak digunakan untuk produksi. Sama halnya di sini. Anda semua dibayar oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan. Tapi kalau tidak hadir, yang rugi siapa? Masyarakat,” kata Syakur dengan nada tajam.
Sebagai bentuk evaluasi dan penegakan disiplin, Bupati menyatakan bahwa absensi akan menjadi indikator utama dalam pemberian TPP. ASN yang hadir 90% hanya akan menerima 90% dari TPP, dan seterusnya sesuai proporsi kehadiran.
“Mulai Oktober, absensi akan menjadi dasar pemberian TPP. Jika absennya 90%, maka TPP-nya juga 90%. Jika tidak hadir, maka TPP-nya pun tidak akan diberikan. Karena masyarakat sekarang pintar, mereka sudah bayar pajak, menyiapkan uang, membayar gaji Bapak Ibu, kendaraan juga dikasih, eh malah tidak masuk kantor. Kan aneh,” sindirnya.
Tidak hanya itu, Bupati juga menegaskan bahwa pembinaan ASN bukan hanya tanggung jawab dirinya, tetapi juga atasan langsung. Kinerja bawahan akan berdampak pada penilaian pimpinan.
“Jika anak buahnya jelek, maka pimpinan pun akan kena dampaknya. Jadi akan ada pembinaan yang langsung dari atasan kepada bawahan,” tambahnya.
Kebijakan ini menandai babak baru dalam reformasi birokrasi Garut. Di tengah tuntutan publik yang semakin kritis, absensi bukan lagi sekadar formalitas, melainkan cerminan komitmen dan tanggung jawab. ASN Garut kini dihadapkan pada pilihan: hadir dan melayani, atau kehilangan hak atas insentif yang selama ini dianggap pasti.
Langkah Konkrit untuk Meningkatkan Disiplin ASN
Beberapa langkah konkrit telah diambil oleh Bupati Garut untuk memastikan kebijakan ini dapat berjalan efektif. Pertama, sistem pengawasan absensi akan diperketat. Pemantauan kehadiran akan dilakukan secara berkala dan transparan, sehingga tidak ada ruang bagi manipulasi data.
Kedua, pelatihan dan sosialisasi tentang pentingnya disiplin akan diberikan kepada seluruh ASN. Tujuannya adalah agar setiap pegawai memahami konsekuensi dari ketidakhadiran dan bagaimana kehadiran mereka berdampak langsung pada pelayanan masyarakat.
Ketiga, sistem penghargaan dan sanksi akan diterapkan secara adil. ASN yang memiliki tingkat kehadiran tinggi akan mendapatkan insentif tambahan, sementara yang sering tidak hadir akan diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Keempat, kerja sama antara atasan dan bawahan akan ditingkatkan. Para atasan akan lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan monitoring terhadap kinerja bawahan, sehingga tercipta lingkungan kerja yang sehat dan produktif.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kebijakan baru Bupati Garut dapat meningkatkan kedisiplinan dan kualitas pelayanan ASN. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi contoh bagi daerah lain yang ingin melakukan reformasi birokrasi secara efektif dan berkelanjutan.












