Pengaduan terhadap Pemuda Aceh yang Diduga Menghina Nabi Muhammad SAW
BANDA ACEH – Sejumlah organisasi Islam di Aceh, termasuk Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Aceh, Dinas Syariat Islam (DSI), Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP/WH), serta organisasi-organisasi masyarakat Islam lainnya, telah melaporkan seorang pemuda bernama Dedi Saputra ke Polda Aceh.
Dedi adalah pemilik akun TikTok @tersadarkan5758 yang diduga menghina Nabi Muhammad SAW dan masyarakat Aceh melalui unggahannya di media sosial.
Pria yang mengaku beragama Kristen ini dilaporkan karena dugaan tindakan penistaan agama. Berkas laporan tersebut diserahkan langsung ke Polda Aceh pada Rabu pagi, 5 November 2025. Laporan ini menunjukkan kepedulian penuh dari berbagai elemen masyarakat dalam menjaga martabat agama dan nilai-nilai keislaman.
Peran PW PII Aceh dalam Penanganan Kasus
Ketua Umum PW PII Aceh, Mohd Rendi Febriansyah, menyampaikan bahwa tindakan pelaporan ini merupakan respons iman dan nurani dari umat Islam ketika agamanya dihina. Menurutnya, tindakan tersebut dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang membutuhkan tanggapan cepat dan tegas.
“PII Aceh merasa bertanggung jawab untuk membela agama. Kami merespon dengan cepat saat pemerintah Aceh memberikan fasilitas advokasi untuk kasus ini. Kami juga dipercaya menjadi pelapor utama,” ujarnya.
Rendi menjelaskan bahwa ada dua dasar hukum yang digunakan dalam laporan ini, yaitu Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan Pasal 156a UU KUHP yang berkaitan dengan penistaan agama. Ia menekankan bahwa motif pelaku jelas, yaitu kebencian terhadap Islam. Hal ini akan semakin memperkuat proses hukum terhadap pelaku.
“Kami tidak ingin hanya sampai pada restorative justice. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya agar menjadi pelajaran bagi masyarakat,” tambahnya.
Tanggapan dari Ahli Hukum
Nourman Hidayat, analis hukum sekaligus advokat dari Kantor Hukum Nourman & Rekan, menyatakan bahwa meskipun pelaku berada di luar Aceh, ia tetap dapat diproses secara hukum.
“Selama yang bersangkutan masih warga negara Indonesia dan berada di wilayah Indonesia, dia bisa dibidik dengan pasal itu. Tidak masalah jika dia berada di luar Aceh,” ujarnya.
Nourman menjelaskan bahwa pelaku juga bisa dikenakan Pasal 45A ayat 2 UU ITE yang berkaitan dengan perbuatan menghasut atau mempengaruhi orang lain untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan.
“Perbuatan provokatif seperti ini sangat mengganggu ketertiban umum. Oleh karena itu, penggunaan sarana elektronik dalam kasus ini lebih efektif dalam penegakan hukum,” jelasnya.
Proses Hukum dan Harapan Masyarakat
Proses hukum selanjutnya akan bergantung pada pembuktian dan keyakinan penyidik. “Kita lihat nanti di SPKT bagaimana dalil dan keyakinan polisi dalam menerima laporan itu,” tutup Nourman.
PW PII Aceh berkomitmen untuk terus melakukan upaya apapun agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Selain itu, mereka juga mengajak berkolaborasi dengan elemen-elemen lain agar kasus ini menjadi atensi publik.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat dapat belajar dari kasus ini dalam menjaga kesopanan dan kerukunan antarumat beragama.












