Penumpang: Royalti Hambat Musisi Promosikan Lagu Gratis di Bus

Penumpang Kecam Aturan Royalti Lagu di Bus Antarkota

JAKARTA – Beberapa penumpang yang sering menggunakan transportasi antarkota di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara, menyampaikan ketidaksetujuan terhadap penerapan aturan royalti lagu yang diputar di dalam bus.

Mereka merasa kebijakan ini justru memberatkan musisi Indonesia dan mengurangi pengalaman berkendara yang menyenangkan.

Rexy (30) mengatakan bahwa aturan tersebut bisa merugikan para musisi karena mereka tidak lagi bisa mempromosikan lagu-lagunya secara gratis di dalam bus. Baginya, pemutaran musik di dalam kendaraan menjadi salah satu cara untuk menyebarluaskan karya seni tanpa biaya tambahan.

“Sayang banget, gara-gara keserakahan pemerintah soal royalti, penyanyi Indonesia enggak bisa promo lagu gratis di bus antar kota,” ujarnya saat ditemui di terminal tersebut.

Menurut Rexy, pemutaran lagu di dalam bus membantu memperluas pengetahuan masyarakat tentang berbagai genre musik. Ia sering kali mendengarkan lagu dangdut atau musik populer selama perjalanan dan akhirnya tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut tentang penyanyi tersebut.

Selain itu, ia merasa bahwa kebijakan ini membuat suasana di dalam bus menjadi sunyi dan kurang menarik. “Agak aneh sih, sepi banget jadinya sepanjang perjalanan juga. Enggak bisa dengar lagu dangdut lagi, padahal kan itu ciri khas bus antarkota,” katanya.

Erni (29), penumpang lainnya, juga menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan ini. Ia merasa bahwa pemerintah terlalu mengambil untung dari hal-hal sederhana seperti pemutaran musik di transportasi umum.

“Aneh sama negeri ini, apa-apa diduitin. Padahal, musik hiburan paling murah untuk rakyat dan enggak perlu keluar uang banyak,” ujarnya.

Bagi Erni, musik di dalam bus sangat penting untuk menghibur penumpang selama perjalanan. Ia merasa bahwa kebiasaan mendengarkan musik di tempat-tempat umum seperti kafe atau jalan-jalan sudah cukup menghibur dan mengurangi rasa bosan.

“Kadang dengarin musik di kafe, di jalan, cukup menghibur dan hilangin bosan. Tapi, hal sepele kaga gini masih digerecokin pemerintah,” tambahnya.

Aturan Royalti Lagu yang Harus Dipatuhi

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menegaskan bahwa aturan ini tetap berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan musik digital seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.

Menurutnya, layanan streaming bersifat personal, sehingga ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial.

“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” kata Agung dalam keterangan tertulis.

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Dengan demikian, aturan ini bertujuan untuk melindungi hak cipta musisi serta memastikan bahwa mereka mendapatkan penghargaan yang layak atas karyanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *