Penurunan Pendapatan dan Rugi Bersih yang Membengkak
JAKARTA – PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) mencatatkan penurunan signifikan dalam pendapatan usaha sepanjang Januari-September 2025. Perusahaan konstruksi ini mengalami kerugian bersih yang semakin memburuk menjadi Rp3,17 triliun. Hal ini terjadi karena penurunan pendapatan di berbagai segmen bisnisnya.
Dalam laporan keuangan kuartal III/2025, pendapatan usaha Waskita Karya mencapai Rp5,28 triliun, turun 22,08% dibandingkan pendapatan pada periode yang sama di tahun 2024 sebesar Rp6,78 triliun. Hampir semua segmen pendapatan mengalami penurunan. Beberapa contohnya adalah:
- Pendapatan jasa konstruksi turun 20,79% YoY menjadi Rp3,76 triliun.
- Penjualan precast menurun 45,12% YoY menjadi Rp506,58 miliar.
- Pendapatan properti terpangkas 67,13% YoY menjadi Rp43,88 miliar.
- Penjualan infrastruktur lainnya turun 34,54% YoY menjadi Rp34,03 miliar.
- Pendapatan hotel turun 11,22% YoY menjadi Rp70,92 miliar.
- Sewa gedung dan peralatan turun 22,06% YoY menjadi Rp6,64 miliar.
Hanya pendapatan dari jalan tol yang naik 2,97% YoY menjadi Rp859,39 miliar. Meskipun demikian, beban pokok pendapatan juga mengalami penurunan sebesar 25,62% YoY menjadi Rp4,30 triliun. Namun, hal ini tidak cukup untuk mengatasi penurunan laba bruto yang turun 1,53% YoY dari Rp995,16 miliar menjadi Rp979,97 miliar.
Selain itu, perusahaan masih harus membayar berbagai beban seperti beban umum dan administrasi sebesar Rp1 triliun, beban non contributing plant sebesar Rp19,08 miliar, beban pajak final sebesar Rp95,37 miliar, serta beban lain-lain sebesar Rp638,82 miliar.
Dengan pemasukan tambahan dari pendapatan bunga sebesar Rp421,43 miliar dan keuntungan selisih kurs sebesar Rp26,93 miliar, Waskita Karya tetap mencatatkan rugi bersih sebelum beban keuangan dan entitas asosiasi dan ventura bersama sebesar Rp413,26 miliar.
Dari posisi yang negatif tersebut, setelah ditambahkan komponen beban keuangan dan rugi bersih asosiasi dan ventura bersama, serta beban pajak penghasilan, rugi periode berjalan yang ditanggung perseroan tercatat mencapai Rp3,58 triliun.
Sementara itu, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan atau rugi bersih sepanjang Januari-September 2025 mencapai Rp3,17 triliun, lebih besar dibanding rugi bersih sepanjang kuartal III/2025 yang mencapai Rp3,00 triliun.
Dari sisi neraca keuangan, aset Waskita Karya sepanjang kuartal III tahun ini mencapai Rp71,93 triliun, turun 6,78% YoY dibanding Rp77,15 triliun pada periode sebelumnya.
Liabilitas perseroan juga tercatat turun 2,49% dari Rp69,27 triliun menjadi Rp67,55 triliun. Sedangkan ekuitas turun 45,75% dari Rp7,88 triliun menjadi Rp4,27 triliun.
Rencana Penjualan Aset Jalan Tol Cimanggis-Cibitung
Meski demikian, laporan keuangan ini belum mencantumkan hasil penjualan ruas tol Cimanggis-Cibitung per September 2025. Waskita Karya telah mengumumkan rencana menjual kepemilikan saham di Jalan Tol Cimanggis–Cibitung.
Direktur Utama WSKT Muhammad Hanugroho menjelaskan bahwa rencana pelepasan aset tersebut akan dilakukan selambat-lambatnya pada Desember 2025. Total dana yang diharapkan mencapai Rp3,3 triliun.
Waskita Karya melalui entitas usahanya yakni PT Waskita Toll Road (WTR) memiliki saham sebesar 35% di proyek Jalan Tol Cimanggis–Cibitung. Pemegang saham mayoritas di Tol Cimanggis–Cibitung (CCT) adalah PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dengan kepemilikan saham 55% dan Bakrie Group sebesar 10%.
Pada awal September 2025, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) mengungkapkan detail skema untuk membeli dan menguasai 100% saham operator jalan tol pelabuhan PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT).
Holding manufaktur keluarga Bakrie itu menjelaskan bahwa anak usahanya PT Bakrie Toll Indonesia (BTI) akan meningkatkan kepemilikan dari 5% menjadi 100% di PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT).
Dalam keterbukaan informasi, BNBR menjelaskan akuisisi mencakup pembelian 72 juta saham atau 90% saham CCT yang dimiliki oleh SMI dan WTR. Nilai transaksi pembelian saham tersebut mencapai Rp1 triliun.
Selain itu, BTI juga akan mengambil alih piutang kedua perusahaan tersebut terhadap CCT senilai Rp2,56 triliun. Dengan demikian, total nilai transaksi mencapai Rp3,56 triliun.
Manajemen BNBR menyatakan akuisisi ini merupakan langkah strategis memperkuat posisi di sektor infrastruktur nasional, khususnya jaringan jalan tol Jakarta Outer Ring Road 2 (JORR 2).
Selain itu, BNBR menyiapkan strategi untuk mengoptimalkan nilai tambah dari akuisisi dengan menjaga standar pelayanan minimum (SPM) guna mendukung kenaikan tarif, menekan biaya operasional, serta mengembangkan rest area sebagai sumber pendapatan tambahan.












