Selama ini, pusat pengolahan nikel di Indonesia adalah di Maluku Utara dan Sulawesi. Namun, saat ini pemerintah yang telah menerapkan proses hilirisasi nikel di Indonesia, sepertinya mulai melirik sumber lain yang bisa menghasilkan nikel, yakni Papua Barat Daya.
Menurut data dari Greenpeace Indonesia, penambangan nikel di Papua Barat ada di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Hilirisasi nikel adalah proses pengolahan dan pemurnian bijih nikel mentah menjadi produk turunan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
Hilirisasi bertujuan untuk mengolah bijih nikel menjadi bahan baku baterai listrik, stainless steel, atau komponen kendaraan listrik. Mengingat saat ini sedang gencar kendaraan dengan bahan bakar listrik, maka kebutuhan akan nikel menjadi lebih besar.
Respons Pemerintah Terhadap Tagar Save Raja Ampat
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan menindaklanjuti protes yang dilayangkan Greenpeace Indonesia dan juga masyarakat terkait penambangan nikel di Papua Barat. Ia berniat akan memanggil pemegang izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat, untuk dilakukan evaluasi.
“Saya akan evaluasi, akan ada rapat dengan dirjen saya. Saya akan panggil pemiliknya, mau BUMN atau swasta,” janji Bahlil dikutip Antara, Sabtu 7 Juni 2025.
Polemik mengenai tambang nikel di Raja Ampat ini juga didengar oleh para wakil rakyat di Senayan. Mereka menilai penambangan nikel ini telah melanggar regulasi.
“Raja Ampat bukan kawasan biasa. Ini adalah salah satu surga biodiversitas laut dunia yang sudah diakui UNESCO sebagai Global Geopark. Kawasan ini bukan tempat yang bisa dikompromikan untuk kegiatan pertambangan, jangan rusak kawasan ini hanya demi mengejar hilirisasi nikel,” ujar anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini.
Save Raja Ampat Viral, Buntut Aktivitas Penambangan Nikel yang Ugal-ugalan
