Skandal Haji: Dugaan Kerugian Negara Rp 2 Triliun Diungkap

Skandal Kuota Haji Tahun 2024: Kebijakan yang Mengorbankan Jamaah

JAKARTA – Skandal kuota haji tahun 2024 tidak hanya sekadar masalah angka tambahan kursi, tetapi juga menunjukkan adanya perdagangan kebijakan publik dalam urusan ibadah yang sangat sakral.

Dugaan pengalihan ribuan kuota dari jalur reguler ke jalur haji khusus menimbulkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 2 triliun.

Jamaah reguler menjadi pihak yang paling terdampak, dengan antrean yang semakin panjang dan kesulitan dalam memperoleh kesempatan untuk melakukan ibadah haji.

Indonesia menerima tambahan 20.000 kuota haji dari Arab Saudi. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019, alokasi kuota seharusnya dibagi sebagai berikut:
– 92% untuk haji reguler (18.400 kursi)
– 8% untuk haji khusus (1.600 kursi)

Namun, KMA Nomor 130/2024 yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 15 Januari 2024, mengalihkan 50% dari kuota tambahan tersebut ke jalur haji khusus.

Artinya, 10.000 kursi reguler hilang dan dialihkan ke jalur komersial, sehingga terjadi selisih sebesar 8.400 kursi yang seharusnya diberikan kepada jamaah reguler.

Skema Keuntungan Besar

Haji khusus memiliki biaya yang jauh lebih tinggi dibandingkan haji reguler, bahkan bisa mencapai ratusan juta per orang. Dengan pengalihan kuota ini, potensi keuntungan dari penjualan kursi diperkirakan melebihi Rp 2 triliun.

Namun, dana tersebut diduga tidak masuk ke kas negara. Beberapa pihak terkait diduga merasakan manfaat dari praktik ini, meskipun belum ada bukti konkret yang terungkap.

Korban Utama: Jamaah Reguler

Akibat pengalihan kuota, calon jamaah reguler harus menunggu lebih lama, dengan estimasi antrean berkisar antara 17 hingga 47 tahun.

Bagi peserta lanjut usia, peluang menunaikan ibadah haji semakin tipis, bahkan berisiko meninggal sebelum berangkat.

Skandal ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga pengkhianatan terhadap harapan jamaah yang sudah lama menantikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji.

Dugaan Jaringan Kepentingan

Proses pengalihan kuota tercatat resmi dalam KMA 130/2024. Dugaan kuat melibatkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, sebagai penandatangan keputusan tersebut.

Pejabat Kemenag yang bertanggung jawab atas penyusunan dan penerbitan keputusan ini diduga membiarkan keputusan yang cacat hukum ini lahir. Dalam kasus ini, Biro Travel Haji juga dianggap meraup keuntungan dari kursi tambahan yang dialihkan.

Praktik pengalihan kuota bukanlah hal baru dalam sistem haji Indonesia. Namun kali ini, skala dan legalitasnya membuat kerugian semakin besar.

Masalah ini menunjukkan bahwa ada kepentingan tertentu yang ingin memanfaatkan sistem haji untuk keuntungan pribadi atau kelompok, tanpa mempertimbangkan kepentingan umum dan keadilan bagi seluruh jamaah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *