Perkembangan Terbaru Mengenai Gugatan Perdata terhadap Gibran Rakabuming Raka
Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, kini sedang menghadapi gugatan perdata senilai Rp125 miliar. Gugatan ini berkaitan dengan ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diperolehnya di luar negeri. Hal ini menarik perhatian publik, terutama setelah Presiden ke-7 RI sekaligus ayah dari Gibran, Joko Widodo (Jokowi), memberikan penjelasan mengenai latar belakang pendidikan putranya.
Jokowi menjelaskan bahwa Gibran telah bersekolah di Singapura sejak kelas 1 SMA. Ia menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura, pada tahun 2002. “Iya, di Orchid Park Secondary School,” ujar Jokowi dalam sebuah wawancara.
Menurut Jokowi, dirinya sendiri yang memilihkan sekolah tersebut bagi Gibran. Karena itu, ia mengaku memahami proses dan latar belakang pendidikan yang diikuti oleh anaknya. “Yang mencarikan saya, jadi ngerti lah,” tambahnya.
Jokowi menekankan bahwa keputusan menyekolahkan Gibran di luar negeri bertujuan agar putranya bisa belajar mandiri sejak dini. “Biar mandiri,” tegas Jokowi.
Gugatan Perdata yang Diajukan oleh Subhan Palal
Sebelumnya diketahui bahwa Gibran resmi digugat secara perdata oleh seorang warga bernama Subhan Palal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini tercatat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Dalam petitumnya, Subhan menuntut ganti rugi materiil dan immateriil senilai Rp125 triliun. Selain Gibran, Subhan juga mencantumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat kedua. Ia menilai bahwa KPU dan Gibran telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dalam proses pencalonan Wakil Presiden pada Pilpres 2024, dengan pokok sengketa terkait latar pendidikan Gibran.
Subhan berargumen bahwa Gibran tidak memenuhi syarat untuk menjadi Wakil Presiden karena tidak menempuh pendidikan SMA di Indonesia. “Syarat menjadi calon Wakil Presiden tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah menempuh SMA berdasarkan hukum Indonesia,” ujar Subhan.
Ia juga menegaskan bahwa KPU tidak memiliki kewenangan untuk menilai kesetaraan sekolah luar negeri dengan SMA di dalam negeri. Dalam petitum gugatan, Subhan menyebut bahwa Gibran dan KPU harus membayar ganti rugi sebesar Rp125 triliun. Uang tersebut, kata dia, akan disetorkan ke kas negara.
Tanggapan dan Perspektif Masyarakat
Gugatan ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Beberapa pihak mendukung upaya Subhan untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam proses pemilihan umum. Namun, ada juga yang mengkritik tindakan tersebut sebagai upaya yang tidak konstruktif dan bisa merusak harmonisasi antara tokoh nasional dan masyarakat.
Pendapat masyarakat bervariasi, mulai dari dukungan terhadap pengajuan gugatan hingga penolakan terhadap cara yang digunakan. Ada yang menilai bahwa penting untuk memastikan bahwa semua calon pejabat negara memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang, termasuk latar pendidikan.
Selain itu, banyak yang mengharapkan agar kasus ini dapat diselesaikan secara hukum tanpa menimbulkan gesekan atau ketegangan yang tidak perlu. Proses hukum yang adil dan transparan menjadi harapan besar bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kesimpulan
Gugatan perdata terhadap Gibran Rakabuming Raka menunjukkan pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku dalam sistem politik Indonesia. Meskipun ada perbedaan pandangan, kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat prinsip-prinsip demokrasi dan hukum. Semoga proses hukum yang berlangsung dapat memberikan jawaban yang adil dan memuaskan bagi semua pihak yang terlibat.