Warga Cirebon Menolak Bayar PBB Meski Dikasih Diskon 50%

Warga Kota Cirebon Masih Keberatan dengan Kenaikan PBB

Meskipun pemerintah kota telah memberikan diskon atau potongan tarif sebesar 50% untuk pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB), banyak warga Kota Cirebon tetap mengeluhkan besarnya kenaikan yang diberlakukan. Bahkan, sebagian besar dari mereka mengaku tidak akan membayar PBB meski sudah ada potongan tersebut.

Kenaikan PBB ini didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang dinilai terlalu besar oleh masyarakat. Jeremy Huang Wijaya, salah satu tokoh warga setempat, menyampaikan bahwa diskon 50% ini justru merupakan respons terhadap kenaikan yang sangat signifikan di tahun 2024 lalu.

Menurut Jeremy, sebagian besar warga masih menolak untuk membayar PBB sebelum Perda Nomor 1 Tahun 2024 direvisi. Ia menjelaskan bahwa perhitungan pajak yang diterapkan saat ini masih terasa berat bagi masyarakat.

Contoh Kenaikan yang Sangat Besar

Jeremy memberikan contoh kasus yang dialami Surya Pranata, seorang warga Jalan Siliwangi. Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2025, pajak PBB Surya meningkat sepuluh kali lipat atau sebesar 1.000%. Sebelum adanya Perda tersebut, Surya hanya membayar sekitar Rp6,2 juta. Setelah aturan baru diberlakukan, jumlah tersebut melonjak menjadi Rp65 juta.

Dengan adanya diskon 50%, Surya tetap harus membayar sebesar Rp32,5 juta. Jeremy menjelaskan bahwa meskipun kenaikan 1.000% dianggap lebih ringan karena didiskon 50%, namun bagi Surya, biaya tersebut tetap sangat memberatkan.

”Itu adalah rumah tempat tinggal, bukan tempat usaha,” ujarnya. Menurut Jeremy, pengenaan pajak yang begitu besar tidak sesuai dengan kondisi keuangan warga yang ingin hidup layak.

Tunggu Revisi Perda

Jeremy menyebutkan bahwa saat ini, warga Kota Cirebon sedang menantikan pernyataan Wali Kota Cirebon Effendi Edo tentang peninjauan ulang Perda Nomor 1 Tahun 2024. Oleh karena itu, wajar jika masyarakat bersikap menunggu hasil revisi terkait dengan kewajiban PBB.

”Warga memang masih merasa kenaikan pajak tersebut terlalu berat. Selain itu, mereka juga sedang menunggu hasil revisi Perda Nomor 1 Tahun 2024,” kata Jeremy.

Ia menilai bahwa sikap warga yang menolak membayar PBB sementara waktu adalah wajar, mengingat kondisi yang ada saat ini. Dari segi ekonomi, banyak warga tidak mampu membayar pajak dalam jumlah yang begitu besar, apalagi tanpa adanya kepastian hukum yang jelas.

Permintaan untuk Fokus pada Revisi Perda

Jeremy mengimbau agar Wali Kota Cirebon lebih fokus pada proses revisi Perda Nomor 1 Tahun 2024. Ia menyarankan agar pemerintah menciptakan aturan baru yang tidak memberatkan warga.

”Lebih baik Pak Wali Kota fokus pada revisi perda saja,” tuturnya. Ia berharap, dengan adanya revisi, pajak yang dikenakan bisa lebih rasional dan tidak terlalu memberatkan masyarakat.

Dalam situasi seperti ini, penting bagi pemerintah daerah untuk mendengarkan keluhan warga dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan pajak yang diterapkan. Dengan demikian, hubungan antara pemerintah dan masyarakat bisa tetap harmonis serta saling memahami.