Proyek Pemukiman E1 di Tepi Barat Mengancam Kehidupan Warga Palestina
PALESTINA – Pada hari Senin (18/8/2025), Kantor Gubernur Yerusalem mengumumkan rencana proyek pemukiman baru yang akan dibangun oleh Israel di wilayah Tepi Barat.
Proyek ini diperkirakan akan menggusur sekitar 7.000 penduduk Palestina yang tinggal di kawasan tersebut. Rencana pembangunan ini memicu kekhawatiran besar terhadap hak dan kesejahteraan warga setempat.
Proyek yang dikenal sebagai E1, awalnya direncanakan untuk membangun 3.041 rumah di kawasan Tepi Barat. Namun, beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengumumkan bahwa pihaknya telah menyetujui rencana pembangunan lebih dari 6.900 unit pemukiman di sekitar wilayah tersebut.
Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk menghubungkan kota Ma’ale Adumim dengan wilayah Yerusalem, sehingga memperkuat akses transportasi antara kedua wilayah.
Proyek E1 tidak hanya mengancam kehidupan warga Palestina, tetapi juga berpotensi mengisolasi komunitas-komunitas tertentu.
Menurut pernyataan Kantor Gubernur Yerusalem, terdapat 22 komunitas Badui yang akan langsung terkena dampak proyek ini. Selain itu, komunitas Jabal al-Baba dan Wadi Jamil juga akan terisolasi dari kota-kota terdekat.
Sejarah Proyek E1 dan Perkembangannya
Proyek permukiman E1 pertama kali diajukan pada era 1990-an di bawah pemerintahan Yitzhak Rabin. Awalnya, rencana ini hanya mencakup pembangunan sekitar 2.500 rumah.
Namun, pada tahun 2004, jumlah unit rumah ditingkatkan menjadi sekitar 4.000, lengkap dengan fasilitas komersial dan pariwisata.
Antara tahun 2009 hingga 2020, beberapa tahapan baru dari proyek ini diumumkan, termasuk penyitaan tanah, rencana desain, serta pembangunan jalan. Namun, rencana-rencana tersebut sering kali dibekukan akibat tekanan dari komunitas internasional.
Penolakan Internasional terhadap Proyek E1
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara tegas menolak proyek pemukiman E1, karena dianggap melanggar hukum internasional. Pembangunan pemukiman Israel di wilayah Palestina dianggap ilegal, terlebih jika tidak didasarkan pada kesepakatan resmi antara kedua pihak.
Selain itu, proyek ini dianggap sebagai penghalang serius bagi solusi dua negara. Dengan posisi strategis E1, wilayah perkotaan Palestina yang terhubung antara Ramallah, Yerusalem Timur, dan Betlehem akan sulit terbentuk.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa proses perdamaian antara Israel dan Palestina akan semakin sulit dicapai.
Tanggapan Negara-negara Dunia
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Prancis juga menyampaikan penolakan terhadap rencana pembangunan ribuan rumah baru di Tepi Barat. Prancis, salah satu negara yang mendukung solusi dua negara, menyerukan agar Israel menghentikan proyek ini.
“Prancis mendesak Israel untuk menghentikan proyek ini, yang merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional,” demikian pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Prancis.
Tindakan Prancis ini menunjukkan bahwa masalah pemukiman masih menjadi isu penting dalam diplomasi internasional.
Berbagai negara dan organisasi internasional terus mengimbau agar semua pihak menjaga kestabilan dan mempertimbangkan hak-hak rakyat Palestina dalam setiap kebijakan yang diambil.