Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Menghadapi Masalah Utang yang Menakutkan
JAKARTA – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCIC) yang kini dikenal dengan nama “Whoosh” kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Namun, bukan karena kecepatannya yang mengagumkan, melainkan karena beban utang yang sangat besar. Angka yang disebut-sebut mencapai Rp 116 triliun membuat banyak pihak khawatir.
Di tengah tekanan untuk mencari solusi pembiayaan, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan pernyataan tegas. Ia menolak mentah-mentah penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melunasi utang proyek tersebut. Hal ini memicu pertanyaan tentang bagaimana nasib utang sebesar itu.
Peran Superholding BUMN dalam Penyelesaian Utang
Superholding BUMN, Danantara, dikabarkan sedang mencari cara untuk meringankan beban pembiayaan KCIC. Sebelumnya sempat berhembus kabar bahwa Danantara berharap mendapatkan “suntikan dana” dari APBN melalui Kemenkeu. Namun, harapan ini langsung ditolak oleh Purbaya. Permintaan bantuan tersebut ditolak secara langsung dan tegas.
Purbaya menjelaskan alasan penolakannya. Ia menegaskan bahwa proyek KCIC bukanlah tanggung jawab pemerintah. Menurutnya, proyek raksasa tersebut sepenuhnya menjadi urusan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah kendali Danantara sebagai superholding.
Dividen BUMN yang Besar Tidak Lagi Masuk ke APBN
Menkeu Purbaya juga menyampaikan bahwa sejak adanya Danantara, seluruh dividen BUMN sudah menjadi milik superholding tersebut. Uang itu tidak lagi masuk sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Nilai dividen yang dikelola Danantara mencapai angka Rp 80 triliun per tahun, yang menjadi dasar kuat penolakan Purbaya.
“Kalau sudah dibuat Danantara, kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage dari situ. Jangan ke kita lagi (Kemenkeu),” ujarnya dalam sambungan virtual Zoom saat Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10).
Pentingnya Batasan antara Pemerintah dan Korporasi
Penolakan keras ini bukan tanpa alasan. Purbaya menekankan pentingnya menjaga batasan yang jelas antara peran pemerintah dan korporasi agar tata kelola keuangan negara tetap sehat dan tidak amburadul. Ia menegaskan bahwa jika tidak ada batasan, maka semua akan terus bergantung pada pemerintah.
“Jangan ke kita lagi, karena kalau enggak ya semuanya ke kita lagi, termasuk dividennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government. Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government,” tegas Menkeu Purbaya.
Sikap Tegas untuk Memastikan Mandiri Korporasi
Sikap tegas Menkeu Purbaya ini seolah memberikan sinyal jelas bahwa korporasi harus mandiri dalam mengurus keuangannya. Utang proyek KCIC senilai Rp 116 triliun bukan urusan APBN. Dengan demikian, langkah yang diambil oleh Purbaya bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara peran pemerintah dan korporasi serta menjaga stabilitas keuangan negara.
Dengan penolakan ini, Danantara dan BUMN yang terlibat dalam proyek tersebut harus mencari solusi mandiri untuk menyelesaikan utang yang sangat besar. Ini menjadi tantangan besar bagi mereka, namun juga menjadi kesempatan untuk membuktikan kemampuan mereka dalam mengelola proyek strategis.












