Teknik Ecoprint: Solusi Ramah Lingkungan dalam Dunia Mode
JAKARTA – Di tengah tuntutan akan keberlanjutan, fashion yang ramah lingkungan kini mulai menarik perhatian masyarakat.
Namun, konsumsi fashion yang tidak berkelanjutan sering kali menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, termasuk pencemaran limbah yang mengganggu masyarakat sekitar pabrik. Di tengah situasi ini, teknik ecoprint menjadi solusi inovatif yang bisa diadopsi.
Ecoprint adalah metode pewarnaan kain yang menggunakan bahan alami seperti daun, bunga, dan batang tanaman untuk menciptakan pola dan motif langsung pada kain. Teknik ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memberikan nilai estetika yang unik.
Meskipun nama ecoprint masih asing bagi sebagian orang, teknik ini sudah hadir di Indonesia sejak 2016. Salah satu pelaku yang memperkenalkan ecoprint adalah Alfira Oktaviani dari Bengkulu, yang dikenal sebagai mompreuner.
Alfira memulai usaha Semilir Ecoprint pada 2018 dengan tujuan memperkenalkan teknik ecoprint kepada ibu-ibu di sekitarnya. Dengan pendekatan yang sederhana, dia mengajarkan bagaimana membuat aksesoris dan kerajinan seperti tas, dompet, serta selendang.
Produk-produk ini tidak hanya berguna dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga memiliki nilai seni yang tinggi. Selain fokus pada pengembangan Semilir Ecoprint, Alfira juga tertarik melestarikan flora khas Bengkulu, yaitu kayu lantung.
Kulit kayu lantung memiliki potensi besar dalam teknologi berkelanjutan. Untuk mendapatkan kulit kayu lantung berkualitas, Alfira melakukan perjalanan ke pedalaman.
Proses ini dilakukan bersama para ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya, sehingga mereka tidak hanya belajar tentang ecoprint, tetapi juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan.
Produk dari kulit kayu lantung ditujukan kepada perempuan usia 20–60 tahun di perkotaan yang peduli terhadap fashion. Hingga saat ini, Semilir Ecoprint telah memproduksi hingga 100 unit dengan omzet mencapai Rp 76 juta.
Meski demikian, ada tantangan yang dihadapi, yaitu rendahnya harga kulit kayu lantung dan minat pengrajin yang kurang. Hal ini menyebabkan kulit kayu lantung semakin langka.
Dalam program “Mengusung Lantung Bengkulu dengan Keindahan Ecoprint”, Alfira berharap dapat memberi harapan baru bagi petani dan pengrajin kulit kayu lantung di Desa Papahan, Kaur, Bengkulu. Program ini diharapkan bisa memotivasi pengrajin di desa lain untuk lebih aktif melestarikan flora khas Bengkulu ini.
Untuk menjaga eksistensi Semilir Ecoprint, Alfira terus berinovasi dengan memperluas bidang kerajinan. Selain ecoprint, dia juga mengembangkan teknik pewarnaan alam dan batik. Inovasi ini diharapkan mampu mengangkat teknologi yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi alam.
Kegiatan seperti yang dilakukan Alfira dan Semilir Ecoprint layak diadopsi oleh masyarakat Indonesia lainnya. Banyak keindahan flora yang tersimpan di Indonesia, dan dengan partisipasi aktif, masyarakat bisa berkontribusi dalam menjaga kelestarian alam sekaligus membantu perekonomian banyak pihak.
Selain itu, Semilir Ecoprint terus memperluas koleksi kerajinan, seperti tas, pakaian, syal, dan sarung bantal dari bahan alami. Mereka juga tetap aktif dalam pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan ecoprint dan promosi brand desa pengrajin.
Dengan begitu, Semilir Ecoprint tidak hanya menjadi bisnis, tetapi juga wadah untuk menginspirasi dan memberdayakan banyak orang.