Ragam  

Apa Itu Rebo Wekasan 2025? Ini Penjelasan NU!

Pengertian Rebo Wekasan dalam Perspektif NU

Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan adalah istilah yang sering muncul di kalangan masyarakat Jawa, terutama menjelang bulan Safar.

Tanggal 19 Agustus 2025 menjadi momen penting karena bertepatan dengan hari tersebut. Namun, apakah istilah ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? Bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama (NU) mengenai hal ini?

Menurut kitab Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail al-Azminah wash-Shuhur karya Abdul Hamid Kuds, ada beberapa wali yang memiliki kemampuan spiritual untuk menafsirkan perputaran hari dan bulan.

Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Allah menurunkan 320 ribu jenis bala bencana ke permukaan bumi, dan segala bencana itu turun pada hari Rabu Akhir di bulan Safar.

Dari sini, muncul keyakinan bahwa Rebo Wekasan merupakan hari yang paling berat dalam setahun. Untuk menghindari bala tersebut, dianjurkan melakukan shalat 4 rakaat (nawafil, sunnah).

Setiap rakaat, setelah membaca Al-Fatihah, dibaca Surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali, Surat Al-Ikhlash 5 kali, serta Surat Al-Falaq dan An-Naas masing-masing sekali. Amalan ini diyakini bisa melindungi dari berbagai macam bala selama setahun.

Namun, tidak semua ulama sepakat dengan pendapat ini. KH Abdul Kholik Mustaqim, pengasuh Pesantren Al-Wardiyah, Tambakberas, Jombang, menyampaikan tiga argumen penolakan terhadap adanya hari sial dalam Rebo Wekasan:

  1. Tidak ada nash hadits khusus tentang akhir Rabu bulan Safar. Yang ada hanya hadits lemah yang menyatakan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial. Hadits lemah ini tidak bisa dijadikan dasar kepercayaan.
  2. Tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara. Beberapa ulama tasawuf memberi anjuran, namun landasan mereka belum cukup kuat sebagai hujjah secara syari.
  3. Shalat khusus seperti itu tidak boleh, kecuali hanya untuk shalat hajat untuk menolak balak yang dihawatirkan. Atau shalat sunnah mutlak yang diperbolehkan oleh syara, dengan tujuan agar manusia semakin dekat kepada Allah.

Dari tiga argumen ini, dapat diambil kesimpulan bahwa Rebo Wekasan bukanlah sesuatu yang harus dipercayai secara mutlak. Setiap orang memiliki keyakinan masing-masing terhadap hari-hari tertentu.

KH Miftahul Akhyar, Rais Aam PBNU, juga memberikan pandangan mengenai hadits kesialan terus menerus pada hari Rabu terakhir setiap bulan.

Menurutnya, “Nahas yang dimaksud adalah bagi mereka yang meyakininya, bagi yang mempercayainya. Tetapi bagi orang-orang yang beriman, meyakini bahwa setiap waktu, hari, bulan, tahun ada manfaat dan ada mafsadah, ada guna dan ada madharatnya.”

Dengan demikian, setiap hari Rabu terakhir setiap bulan bisa dianggap sebagai hari nahas, tetapi hal ini tetap kembali pada keyakinan setiap individu. Allah SWT adalah satu-satunya yang tahu segalanya.

Keyakinan tentang Rebo Wekasan tetap dikembalikan sebagai anugrah dari Allah, dan setiap orang pasti akan merasakan keuntungan atau kerugian sesuai dengan kepercayaannya sendiri.