Bahlil Ungkap Kriteria UMKM dan Koperasi Pengelola Tambang

Kebijakan Baru untuk UMKM dan Koperasi dalam Pengelolaan Tambang

JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi yang dapat mengelola tambang berlaku bagi badan usaha yang berada di lokasi tambang setempat.

Ketentuan ini tidak berlaku bagi UMKM yang berada di Jakarta. Contohnya, jika lokasi tambang berada di Kalimantan Utara, maka UMKM dan koperasi yang mengelolanya harus berasal dari wilayah tersebut.

“Contoh tambang ada di Kalimantan Utara, ya koperasi dan UMKM-nya harus yang ada di Kalimantan Utara. Jangan yang di Jakarta,” ujar Bahlil saat berbicara di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Oktober 2025.

Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan bahwa ketentuan ini akan diatur dalam peraturan menteri (Permen) terkait UMKM, koperasi, dan organisasi kemasyarakatan keagamaan. Permen ini sedang dalam penyusunan.

“Jadi di UU Minerba baru itu diberikan prioritas untuk UMKM, koperasi, organisasi kemasyarakatan keagamaan, permennya disusun,” kata dia.

Pemerintah memberikan peluang bagi koperasi untuk mengelola tambang mineral dan batu bara (minerba). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.

Menteri Koperasi Ferry Juliantono menyatakan bahwa koperasi kini dapat menggarap kegiatan usaha pertambangan, termasuk tambang rakyat. Langkah ini merupakan terobosan untuk memperluas peran koperasi dalam mengelola sumber daya alam yang selama ini didominasi oleh perusahaan besar.

“Dengan terbitnya PP tersebut, koperasi sudah bisa menggarap dan mengelola sektor pertambangan seperti mineral dan batubara,” ujar Ferry dalam keterangan resminya, Selasa, 7 Oktober 2025.

Dalam PP 39/2025, terdapat beberapa pasal baru yang memperkuat posisi koperasi di sektor pertambangan. Pasal 26C, misalnya, mengatur bahwa verifikasi administratif dan keanggotaan koperasi dilakukan oleh menteri yang membidangi urusan koperasi. Verifikasi ini menjadi dasar pemberian prioritas izin usaha pertambangan (WIUP) bagi koperasi.

Selanjutnya, Pasal 26E menyebutkan bahwa berdasarkan hasil verifikasi tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat memberikan persetujuan WIUP mineral logam atau batubara melalui sistem OSS atau Online Single Submission.

Adapun Pasal 26F menetapkan bahwa luas lahan WIUP yang dapat diberikan kepada koperasi atau usaha kecil dan menengah (UKM) adalah maksimal 2.500 hektare.

“Luas lahan yang diperbolehkan untuk koperasi bisa mencapai 2.500 hektare. Kebijakan ini diharapkan memberikan dampak ekonomi yang lebih besar, terutama bagi masyarakat di wilayah dengan potensi tambang,” ujar Ferry.

Beberapa aspek penting dalam kebijakan ini antara lain:

  • Peningkatan peran koperasi: Koperasi diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan tambang, baik untuk mineral maupun batubara.
  • Verifikasi keanggotaan koperasi: Proses verifikasi dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas koperasi.
  • Sistem digital untuk pengajuan izin: Pengajuan izin usaha pertambangan dilakukan melalui sistem online single submission (OSS).
  • Batas luas lahan: Koperasi dan UKM dibatasi dalam pengelolaan lahan hingga 2.500 hektare.

Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam sektor pertambangan, sekaligus memberikan manfaat ekonomi yang lebih merata. Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan koperasi dan UMKM dapat tumbuh dan berkembang dalam industri pertambangan.