Jabar  

Dedi Mulyadi Bicara Tentang Label Sunda Wiwitan

Pandangan Gubernur Jawa Barat tentang Kepemimpinan dan Pelestarian Lingkungan

BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan pandangannya mengenai prioritas kepemimpinan dan pelestarian lingkungan. Ia juga berbicara tentang berbagai label yang pernah diberikan kepadanya selama masa kepemimpinannya. Label-label ini sering kali menimbulkan kontroversi, namun ia tetap menjalaninya dengan kesabaran dan keyakinan.

Dedi menceritakan bagaimana ia menghadapi kritik dan berbagai tuduhan, termasuk disebut sebagai musyrik atau bagian dari kaum Sunda Wiwitan. Menurutnya, hal ini tidak menjadi hambatan bagi dirinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin.

“Saya lama sekali menghadapi itu dengan penuh kesabaran. Dedi Mulyadi direpresentasikan dari Wiwitan, Dedi Mulyadi pemimpin yang senantiasa mengembangkan kemusyrikan. Dan saya menerima itu dengan lapang dada,” ujarnya dalam pidatonya pada Pelantikan Pengurus Majelis Pembimbing Daerah (MABIDA) Gerakan Pramuka Jawa Barat Masa Bakti 2025-2030, di Jatinangor, Selasa, 9 Desember 2025.

Ia menegaskan bahwa label-label kontroversial tersebut tidak menjadi masalah baginya. Bagi Dedi, yang lebih penting adalah upaya konkret dalam melestarikan lingkungan. Ia menempatkan penyelamatan ekosistem sebagai fondasi keberlangsungan bangsa.

“Yang penting saya bisa menyelamatkan gunung-gunung, yang penting saya bisa menyelamatkan hutan-hutan, dan yang penting saya menyelamatkan lautan,” tegasnya.

“Kenapa? Tanpa gunung, tanpa hutan, dan tanpa lautan, Indonesia tidak akan pernah ada lagi,” kata dia.

Ajaran Sunda Wiwitan dan Peran Lingkungan

Pada Juni 2025 lalu, di kanal YouTube Percaya Gak Percaya, Dedi secara terbuka mengakui dirinya sebagai pengikut ajaran Sunda Wiwitan, khususnya dalam aspek etika lingkungan.

“Saya ini dari sisi etika lingkungan pengikut ajaran Sunda Wiwitan, yaitu ajaran yang mengajarkan mata air harus dijaga, pohon harus ditanam, gunung tidak boleh ditambang… rumah harus julang ngapak… Kan itu ajaran leluhur saya, dari sisi lingkungan,” ungkap Dedi dalam video tersebut.

Dedi menekankan bahwa ajaran Sunda Wiwitan merupakan bagian dari warisan leluhur asli masyarakat Sunda. Namun, dalam pernyataan yang cukup mengejutkan, ia juga mengatakan:

“Nah, tapi dari sisi syari, agama saya pengikut ajaran Islam, KTP-nya Islam. Walaupun saya belum Islam.”

Dedi menjelaskan bahwa meskipun ia memiliki identitas KTP sebagai seorang Muslim, ia tetap mematuhi ajaran Sunda Wiwitan dalam aspek etika dan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak hanya menjalani kehidupan secara religius, tetapi juga berkomitmen pada nilai-nilai tradisional yang berasal dari leluhurnya.

Prioritas Kepemimpinan yang Berkelanjutan

Dalam pandangan Dedi Mulyadi, kepemimpinan yang baik harus berfokus pada langkah-langkah nyata untuk menjaga alam dan lingkungan. Ia percaya bahwa melindungi ekosistem adalah kunci untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa.

  • Beberapa inisiatif yang dilakukan oleh Dedi antara lain:
  • Program penghijauan di area pegunungan
  • Larangan tambang di daerah-daerah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan
  • Penguatan kesadaran masyarakat tentang perlindungan sumber daya air

Dedi juga menekankan bahwa kebijakan lingkungan tidak boleh hanya menjadi wacana, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata. Ia berharap, dengan komitmen yang kuat, Jawa Barat dapat menjadi contoh dalam menjaga keberlanjutan alam.

Dengan pendekatan yang seimbang antara tradisi dan modernitas, Dedi Mulyadi berusaha membuktikan bahwa kepemimpinan yang baik tidak hanya tentang citra, tetapi juga tentang tanggung jawab terhadap generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *