Keberhasilan Dapur MBG Dipengaruhi Rantai Pasok Bahan Pangan

Sinergi Lintas Sektor Penting untuk Keberhasilan Dapur Makan Bergizi Gratis

JAKARTA – Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya bergantung pada operasional dapur, tetapi juga kesiapan pasokan bahan pangan dari sektor pertanian, perikanan, hingga peternakan lokal. Untuk memastikan keberlanjutan program ini, diperlukan perencanaan yang matang sejak awal.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Irjen Pol. Sony Sonjaya, saat menghadiri acara peninjauan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Malang.

Sony menekankan pentingnya kolaborasi antar sektor dalam menjaga keberhasilan MBG, terutama dalam aspek rantai pasok pangan yang berkelanjutan.

Ia menyebut istilah “MBG-preneur” sebagai konsep yang menarik dan inspiratif. Namun, ia menegaskan bahwa konsep ini tidak boleh berhenti hanya pada pembuatan dapur. Ruang lingkup MBG lebih luas dan memerlukan pendekatan yang menyeluruh.

Selain itu, Sony mengingatkan tentang pentingnya menjaga aliran dana pemerintah pusat agar memberi manfaat bagi ekonomi lokal. Jika kebutuhan makanan seperti telur atau sayuran justru dipenuhi dari luar daerah, maka uang yang dialokasikan akan keluar dari wilayah setempat.

Ia menekankan bahwa kemandirian pangan harus menjadi prioritas utama. Misalnya, Kota Malang seharusnya mampu memenuhi kebutuhan telur, sayur, dan buah dari sumber lokal sendiri.

Secara nasional, jumlah SPPG yang telah beroperasi baru mencapai sekitar 10.900 unit dari total kebutuhan sekitar 30.000 unit. Di Kota Malang, hanya 25 SPPG yang telah beroperasi dari rencana 83 unit.

Dengan demikian, tantangan ke depan bukan hanya sekadar membangun dapur, tetapi juga membangun seluruh ekosistem yang mendukung keberlangsungan program tersebut.

Peran Strategis Program MBG di Tingkat Nasional

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas), Rachmat Pambudy, menyatakan bahwa Program MBG adalah salah satu program strategis nasional yang mendapat perhatian langsung dari Presiden.

Ia menekankan bahwa perencanaan harus dilakukan dengan baik agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Program ini merupakan bagian dari upaya membangun ekosistem makan bergizi secara nasional.

Pambudy menilai bahwa implementasi MBG di Kota Malang memiliki potensi besar untuk menjadi model nasional. Ia menekankan bahwa rantai pasok dari hulu hingga penerima manfaat harus menjadi satu kesatuan sistem.

Peninjauan yang dilakukan hari ini menjadi langkah penting agar model MBG di Malang bisa menjadi contoh sukses yang dapat ditiru oleh daerah lain.

Dukungan Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, memastikan bahwa pemerintah daerah telah menerapkan standar pelaksanaan dan pembagian tanggung jawab sesuai ketentuan.

Hal ini bertujuan agar program berjalan efektif di lapangan. Menurutnya, SOP sudah diterapkan dengan baik, dan seluruh kelurahan menyambut positif program MBG ini.

Ia juga menyampaikan bahwa masyarakat telah merasakan manfaat nyata dari pelaksanaan program MBG. Rata-rata masyarakat sudah menerima manfaatnya, dan dari sisi kualitas gizi, pelaksanaannya juga terjaga.

Ini menunjukkan bahwa program ini tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang positif.

Tantangan dan Langkah Ke Depan

Meskipun program MBG menunjukkan progres yang baik, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah memastikan ketersediaan bahan pangan dari sumber lokal, sehingga aliran dana pemerintah tidak terserap ke daerah lain.

Selain itu, perlu adanya kerja sama yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, serta pelaku usaha lokal untuk membangun ekosistem yang seimbang.

Dengan kolaborasi yang baik dan perencanaan yang matang, program MBG diharapkan dapat menjadi solusi berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat, sekaligus mendukung perekonomian lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *