Pengalaman Mendaftar dan Membuka Rekening Tabungan Emas Pegadaian
JAKARTA – Menghadapi keinginan yang terasa begitu kuat, seperti awan gelap yang ingin segera menumpahkan air hujannya. Begitulah rasanya ketika ingin mendaftar atau membuka rekening Tabungan Emas Pegadaian. Tidak ada yang aneh-aneh, hanya saja prosesnya membutuhkan sedikit kesabaran dan pengertian.
Awalnya, keinginan untuk mencoba layanan ini cukup sederhana. Melihat potensi keuntungan dari menabung emas, membuat saya tertarik untuk mencobanya. Aplikasi Tring Pegadaian sudah diunduh, namun saat mencoba mendaftar pada awal Oktober 2025, menghadapi kendala.
Nomor OTP yang dikirim ke WhatsApp tidak pernah sampai, meskipun pesan menyatakan bahwa nomor tersebut telah terkirim. Kesempatan pertama gagal, lalu coba lagi beberapa kali dengan hasil yang sama. Akhirnya, memutuskan untuk datang langsung ke kantor cabang Pegadaian.
Pilihan jatuh pada kantor cabang Lempuyangan Yogyakarta. Di sana, disambut dengan sapaan ramah oleh petugas keamanan dan ditemani menuju ruang layanan pelanggan. Setelah menyampaikan keluhan, mendapat penjelasan bahwa aplikasi Tring baru diluncurkan secara resmi pada tanggal 8 Oktober 2025. Itu menjelaskan mengapa proses pendaftaran melalui aplikasi sempat sulit.
Setelah itu, beberapa hari kemudian mencoba kembali mendaftar. Kali ini, proses berjalan lebih lancar. Saat klik daftar, sistem meminta nomor telepon WhatsApp. Tidak lama kemudian, nomor OTP terkirim. Isi kolom sesuai instruksi, lalu masukkan data pribadi dan foto KTP. Jangan lupa siapkan kartu ATM dan nomor rekening virtual bank. Fungsinya adalah untuk melakukan pembayaran saat melakukan transaksi pembelian emas.
Saat mendaftar, juga diminta untuk mengambil foto wajah. Pastikan mata terbuka agar foto terlihat jelas. Meski agak kaku, foto diri sendiri bisa menjadi bagian dari proses. Jika ada instruksi tambahan, persiapkan diri agar terlihat rapi dan percaya diri.
Setelah berhasil mendaftar, rasanya lega. Namun, masih ingin mencoba menabung emas lewat rekening yang baru dibuat. Meski langit masih gelap, ada harapan bahwa hujan akan segera turun. Suasana hati menjadi lebih tenang setelah keputusan untuk berinvestasi.
Tanda-tanda alam bisa membantu kita memprediksi keadaan. Mendung gelap sering kali diiringi angin dan hujan. Namun, tidak semua mendung berarti hujan akan turun. Ada juga yang memberi harapan palsu. Namun, dalam kasus Tring Pegadaian, tidak demikian. Proses transaksi jelas dan cepat.
Saat mencoba membeli emas seharga Rp 15.000, rasanya sangat murah. Meski hanya mendapatkan 0,0068 gram emas, harga satu gram saat itu mencapai sekitar dua juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah. Ini membuktikan bahwa investasi kecil pun bisa dilakukan.
Tring Pegadaian bukanlah pemberi harapan palsu. Bahkan sebagai investor minimalis, nasabah tetap merasa dihargai. Kontribusi Pegadaian dalam membangun negeri terlihat dari cara mereka menghargai masyarakat. Dari pengalaman ini, terdorong untuk menambah jumlah dana di Tabungan Emas Pegadaian.
Cara cerdas Pegadaian mengEMASkan Indonesia. Selain membuat orang tertarik, merasa dihargai, mudah dan cepat prosesnya, juga murah dalam berinvestasi. Bayangkan jika setiap orang bisa menyisihkan uang Rp 20.000 sampai Rp 50.000 setiap bulan. Jika setiap minggu atau bahkan setiap hari, uang tersebut diinvestasikan ke Tabungan Emas Pegadaian, nilai totalnya akan sangat besar.
Pilih sendiri jumlah uang yang ingin ditabung dalam bentuk rupiah, lalu konversi ke gram sesuai harga emas saat itu. Dengan menabung emas, kita juga ikut serta dalam mengemaskan Indonesia. Virus baik yang disebarkan oleh Pegadaian bisa menjadi contoh bagi BUMN dan perusahaan swasta lainnya.
Pastikan setiap transaksi berupa pembelian emas, selalu mendapatkan nomor OTP guna memastikan keamanan. Jika berhasil, akan ada pemberitahuan dan bunyi “Cling…” di handphone. Suara ini terasa melegakan, seperti suara hujan di atap rumah. Membawa rasa gembira dan kepercayaan pada investasi yang stabil.
Emas adalah aset yang nilainya cenderung naik. Dari sejarahnya, nilai emas terus meningkat. “Naik, naik…ke puncak gunung. Tinggi…, tinggi sekali…”












