Kemenag Majalengka Tegaskan Kuota Haji Khusus 2024 Dikelola Pusat

Penyelidikan KPK Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji Khusus Tahun 2024

Kasus dugaan korupsi kuota haji khusus tahun 2024 yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan berbagai spekulasi tentang keterlibatan pihak-pihak terkait. Termasuk, kemungkinan adanya keterlibatan agen perjalanan haji dan jajaran Kementerian Agama (Kemenag) di tingkat daerah. Namun, Kepala Kemenag Majalengka, H. Agus Sutisna, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang dalam pengelolaan kuota haji khusus atau tambahan di wilayahnya.

Menurut Agus, Kemenag Majalengka hanya bertugas mengelola haji reguler sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa kuota haji khusus untuk tahun 2024 di Kabupaten Majalengka tidak ada. “Haji furoda atau haji khusus untuk tahun 2024 di Kabupaten Majalengka tidak ada. Kami hanya mengurusi haji reguler,” ujarnya saat dikonfirmasi.

Agus menambahkan bahwa seluruh kewenangan terkait kuota haji khusus berada di tangan Kemenag pusat. Oleh karena itu, Kemenag Majalengka tidak terlibat dalam distribusi maupun teknis penyelenggaraan kuota tambahan tersebut. Bahkan, tidak ada kuota jemaah khusus yang melibatkan jemaah haji asal Majalengka maupun agen travelnya.

“Kuota haji khusus itu mutlak kewenangan pusat. Di daerah, khususnya Majalengka, kami hanya fokus pada pelayanan haji reguler,” tegasnya.

Meski isu ini muncul, Kemenag Majalengka memastikan bahwa pelayanan haji reguler tahun 2024 berjalan lancar dan sukses sesuai aturan. Saat itu, ratusan calon jemaah haji asal Majalengka telah diberangkatkan melalui mekanisme resmi dan terdaftar dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).

Penyelidikan KPK Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji

Sebelumnya, KPK melakukan penggeledahan di rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta Timur serta kediaman seorang ASN Kemenag di Depok, Jawa Barat. Pemeriksaan tersebut dilakukan sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus tahun 2024 dengan potensi kerugian negara lebih dari Rp1 triliun.

Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan adanya dugaan praktik jual-beli kuota haji khusus dengan “biaya komitmen” mencapai 7.000 dolar AS per kursi, atau sekitar Rp110 juta. Hal ini menunjukkan adanya indikasi kecurangan dalam pengelolaan kuota haji.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo saat itu meminta tambahan 20.000 kuota haji kepada Pemerintah Arab Saudi dengan tujuan mulia, yakni memangkas panjangnya antrean keberangkatan calon jemaah haji reguler. “Niat awal Presiden jelas, untuk memperpendek waktu tunggu haji reguler,” kata Asep.

Namun, realisasi di lapangan justru melenceng jauh dari niat awal. Dari total kuota tambahan, 50 persen dialokasikan untuk haji reguler, dan 50 persen lainnya untuk haji khusus. Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 secara tegas mengatur porsi kuota: 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.

“Ini sudah jauh menyimpang dari ketentuan. Kalau mau dibagi, harus sesuai UU,” tegas Asep.

KPK memperkirakan, penyimpangan ini mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun. Kasus tersebut kini resmi naik ke tahap penyidikan setelah penyidik menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024 di Kementerian Agama.