Langkah Penting dalam Penegakan Hukum
JAKARTA – Eksekusi pengembalian dana sebesar Rp13,2 triliun hasil tindak pidana korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu peristiwa penting dalam lanskap hukum dan politik ekonomi nasional.
Langkah ini dilakukan oleh Kejaksaan Agung sebagai bagian dari putusan pengadilan terhadap sejumlah perusahaan besar di industri kelapa sawit. Kasus ini sempat mengguncang publik sekitar tiga tahun lalu.
Bawono Kumoro, peneliti Indikator Politik Indonesia, menyatakan bahwa dalam konteks politik, eksekusi pengembalian uang negara ini membawa pesan yang lebih dalam.
Ia menilai bahwa slogan “no more untouchables” menjadi pernyataan simbolik dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. “Bahwa tidak ada lagi kekuatan ekonomi atau jaringan bisnis yang kebal dari hukum,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Menurut Bawono, pesan ini sejalan dengan pernyataan Presiden dalam berbagai kesempatan: bahwa penegakan hukum ekonomi harus menembus batas pengaruh, kekuasaan, dan koneksi bisnis.
Ia menekankan bahwa kasus seperti ini jangan hanya dilihat dari kacamata hukum saja, tetapi juga menjadi momentum untuk memulihkan moralitas pasar dan menegakkan etika bisnis.
Dalam pandangan politik ekonomi, langkah ini memberi sinyal bahwa pemerintah berkomitmen menciptakan iklim usaha yang bersih, berkeadilan, dan setara bagi semua pelaku ekonomi.
“Kejelasan penyelesaian kasus ini sekaligus memperkuat persepsi publik bahwa Indonesia tengah memasuki era baru dalam penegakan hukum, di mana praktik corporate impunity—kebiasaan perusahaan besar lolos dari jerat hukum—tidak lagi mendapat tempat seperti di masa lalu.”
Kemenangan Negara dalam Menjaga Kedaulatan Ekonomi
Khairul Fahmi, Co Founder ISESS, menyebut eksekusi pengembalian uang negara Rp13,2 triliun itu merupakan kemenangan negara dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan keamanan nasional.
Ia menilai bahwa ketika hukum mampu menundukkan kepentingan besar yang merugikan rakyat, negara sedang menutup celah-celah kerentanan strategisnya.
Presiden pun mengilustrasikan nilai pemulihan itu ke dalam wujud keseharian: renovasi delapan ribu sekolah atau pembangunan enam ratus kampung nelayan modern. “Sebuah narasi yang mendekatkan publik pada makna keadilan yang benar-benar kembali bekerja,” ujarnya.
Dampak pada Sektor Pertahanan
Dalam kacamata pertahanan, angka tersebut tak kalah strategis. Korupsi di sektor-sektor vital seperti pangan dan energi bukan hanya kejahatan ekonomi biasa.
Menurut Khairul, itu adalah ancaman non-militer yang berdampak sistemik: harga melonjak, pasokan terganggu, kepercayaan publik runtuh. “Dalam kerangka pertahanan semesta, keadilan ekonomi adalah fondasi daya tahan nasional,” terangnya.
Uang yang kembali ke negara dinilainya sebagai ruang fiskal yang dapat memperkuat fondasi sosial sekaligus infrastruktur pertahanan.
“Bila diarahkan secara strategis, dana tersebut dapat mempercepat kemampuan negara hadir cepat, melihat lebih jauh, dan bertahan lebih lama, di udara, perbatasan, maupun laut.”












