Jabar  

Larangan Jabatan Ganda ASN di Bandung Barat, DPRD: Pilih Satu atau Tinggalkan!

BANDUNG BARAT – Isu kedisiplinan aparatur sipil negara (ASN) kembali menjadi perhatian masyarakat di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) KBB menyarankan Badan Kepegawaian, Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) untuk segera membentuk tim pembinaan khusus. Tujuannya adalah untuk menindak ASN yang ditemukan bekerja di tempat lain saat jam dinas.

Ketua Komisi I DPRD KBB, Sandi Supyandi, menyatakan bahwa langkah ini sangat penting dilakukan secepatnya. Menurutnya, praktik “double job” bisa mengganggu kinerja dan merugikan daerah secara keseluruhan. Ia telah berkomunikasi dengan Kepala BKPSDM KBB untuk segera membentuk tim pembinaan dan bekerja cepat dalam mendisiplinkan ASN.

Laporan Lisan dan Proses Pemeriksaan

Informasi mengenai adanya ASN yang bekerja di luar kantor saat jam dinas masih bersifat lisan. Meski begitu, BKPSDM berjanji akan memanggil pihak terkait untuk klarifikasi. Sandi menekankan agar BKPSDM bersikap tegas. Jika ingin tetap menjadi abdi negara, ASN harus meninggalkan pekerjaan sampingan. Jika tidak, maka mereka harus mundur dari status sebagai ASN.

Apresiasi terhadap Kebijakan Bupati

Sandi juga memberikan apresiasi terhadap kebijakan Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, yang sebelumnya telah mengeluarkan dua surat edaran terkait peningkatan disiplin ASN. Menurutnya, langkah tersebut menunjukkan keseriusan eksekutif dalam menegakkan aturan. Kinerja, disiplin, dan profesionalitas ASN menjadi faktor utama dalam keberhasilan pemerintahan.

Larangan Berlaku untuk ASN dan PPPK

Sehari sebelumnya, Bupati Jeje Ritchie Ismail mengakui masih menemukan ASN yang bekerja di luar kantor pada jam kerja resmi. Ia menegaskan larangan ini juga berlaku bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Baik ASN maupun PPPK yang bekerja di tempat lain saat jam dinas melanggar disiplin kerja.

Surat Edaran Resmi Diterbitkan

Sebagai tindak lanjut, Bupati Jeje menerbitkan Surat Edaran Nomor 3071 Tahun 2025 tentang Larangan Bekerja/Praktik di Tempat Lain pada Jam Kerja bagi ASN di Lingkungan Pemkab Bandung Barat. Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa PNS yang melanggar akan dikenakan sanksi disiplin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban ASN adalah masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Pelanggaran bisa berujung pada hukuman disiplin.

Mengapa ‘Double Job’ Jadi Sorotan?

Fenomena ASN bekerja di luar instansi bukan hal baru, namun praktik ini kembali menjadi sorotan karena berpotensi menurunkan produktivitas layanan publik. Selain itu, ASN menerima gaji dari negara yang sudah mencakup kewajiban penuh di jam kerja resmi. Pengamat kebijakan publik menilai, selain sanksi, diperlukan mekanisme pengawasan yang ketat, mulai dari absensi digital, sidak lapangan, hingga pelaporan masyarakat.

Dampak terhadap Pelayanan Publik

Pelanggaran disiplin seperti ini bukan sekadar masalah internal instansi. Dampaknya langsung dirasakan masyarakat, terutama jika ASN yang nyambi adalah pegawai di sektor pelayanan. Keterlambatan layanan, antrean panjang, hingga minimnya kualitas pelayanan bisa terjadi jika pegawai meninggalkan tugas di jam kerja.

Langkah Pencegahan dan Pengawasan

Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pencegahan. Beberapa langkah yang direkomendasikan antara lain:

  • Meningkatkan pengawasan jam kerja dengan sistem absensi real-time.
  • Memberikan sosialisasi ulang terkait aturan disiplin dan etika profesi ASN.
  • Memberlakukan evaluasi berkala terhadap kinerja pegawai.
  • Mendorong pelaporan masyarakat melalui kanal resmi jika menemukan pelanggaran.

Batasan Hukum yang Mengikat

Larangan bekerja di luar instansi pada jam kerja ASN sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Aturan ini menegaskan bahwa setiap ASN wajib menaati jam kerja dan fokus pada tugas pokoknya. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat mengakibatkan sanksi ringan hingga berat, mulai dari teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemberhentian.