Lokataru Minta Izin Hakim Hadir di Sidang Praperadilan

Sidang Praperadilan Delpedro dan Aktivis Lainnya Memasuki Tahap Putusan

Sidang praperadilan terhadap Delpedro Marhaen dan tiga aktivis lainnya memasuki tahap akhir. Pihak pengadilan akan menggelar sidang putusan pada Senin, 27 Oktober 2025. Organisasi Lokataru Foundation telah meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengizinkan Delpedro cs hadir dalam persidangan. Manajer penelitian dan pengetahuan Lokataru Foundation, Hasnu Ibrahim, menyatakan bahwa mereka sudah lama mengajukan permohonan agar pihak tergugat dapat hadir di sidang.

Menurut Hasnu, meskipun Delpedro cs sudah memberikan kuasa kepada penasihat hukum, mereka tetap berharap ada kebijakan yang memungkinkan para tersangka hadir dalam persidangan. “Kami masih berharap ada kebijakan menghadirkan mereka dalam sidang putusan besok,” ujar Hasnu dalam keterangan tertulis yang diterima sebelumnya.

Sebelumnya, kuasa hukum Delpedro dan tiga aktivis lainnya juga sudah meminta hakim praperadilan agar menghadirkan mereka di persidangan. Dalam sidang perdana, hakim merespons dengan menyatakan bahwa kepentingan pemohon telah diwakili oleh kuasa hukum. “Segala sesuatunya bisa disampaikan kepada pemilik kuasa atau kurang lebihnya juga sudah termuat dalam permohonan Anda,” kata hakim di ruang sidang pada 17 Oktober 2025.

Kegiatan Solidaritas dari Masyarakat Sipil

Pada Jumat, 24 Oktober 2025, sidang keempat tahanan telah mencapai tahap kesimpulan, dan akan berlanjut ke tahap putusan pada Senin, 27 Oktober 2025. Sejumlah anggota organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi menunjukkan solidaritas untuk para tahanan. Mereka membawa berbagai poster dengan tulisan seperti, “Status Tersangka Tidak Sah, Bebaskan Para Tapol!” dan “Ratusan Kawan Kami Masih Di Penjara, Lawan Kriminalisasi”.

Para anggota Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi menyatakan bahwa Delpedro cs merupakan korban kriminalisasi. “Selanjutnya, di hari Senin, bakal berlanjut sidang putusan praperadilan terhadap para korban kriminalisasi baik dari Delpedro Marhaen, Muzaffar Salim, Khariq (Anhar) dan Syahdan (Husein),” kata perwakilan Lokataru Foundation, Avicenna, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.

Mereka menilai bahwa Delpedro cs tidak bersalah, melainkan hanya menggunakan hak untuk berekspresi. “Kawan-kawan kami hanya menyuarakan ekspresi mereka, menyuarakan hak konstitusional mereka, tapi harus dibenturkan oleh pidana, dikriminalisasi,” kata Oka, perwakilan Social Justice Indonesia.

Kesimpulan dari Tim Kuasa Hukum

Tim kuasa hukum Delpedro telah menyampaikan kesimpulan kepada hakim tunggal praperadilan pada Kamis, 23 Oktober 2025. Dalam dokumen kesimpulan selama 30 halaman lebih, mereka menyatakan tidak ada bukti permulaan cukup bagi polisi untuk menetapkan Delpedro sebagai tersangka. Mereka juga menekankan bahwa Polda Metro Jaya tidak pernah melakukan pemeriksaan awal terhadap Delpedro sebelum menetapkannya sebagai tersangka. Hal tersebut telah diakui oleh Polda Metro Jaya sendiri dalam persidangan, dengan alasan diskresi polisi.

Berdasarkan dua pertimbangan tersebut, kuasa hukum Delpedro merumuskan dalil utama, yaitu pengguguran status tersangka Delpedro. “Meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan khususnya hakim tunggal praperadilan untuk mengabulkan gugatan atau permohonan praperadilan kami dengan menggugurkan status penetapan tersangka Delpedro,” tutur kuasa hukum, M. Fandi Denisatria, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

Persidangan Tahanan Lainnya

Sidang tahanan lainnya, yaitu Khariq Anhar, juga telah mencapai tahap kesimpulan pada Kamis lalu. Sedangkan, kesimpulan perkara Muzaffar Salim dan Syahdan Husein dibacakan pada hari berikutnya, Jumat. Kuasa hukum para tahanan, Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), kompak menyatakan bahwa polisi tidak memiliki alat bukti yang cukup dan tidak mengikuti prosedur sesuai hukum acara pidana. Oleh karena itu, mereka meminta status tersangka para aktivis digugurkan.

Delpedro, Syahdan, Khariq, Muzaffar, dan dua orang lainnya ditangkap oleh polisi atas tuduhan provokasi dalam demonstrasi pada 25 dan 28 Agustus 2025 lalu. Mereka dituduh telah menghasut massa untuk bertindak rusuh saat unjuk rasa. Keenam tersangka dikenakan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau Pasal 76H jo. Pasal 15 jo. Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *