Inovasi Mahasiswa Udinus Mengolah Eceng Gondok Menjadi Briket Ramah Lingkungan
SEMARANG – Di Rawa Pening, populasi eceng gondok semakin mengkhawatirkan. Tanaman ini tidak hanya tumbuh secara berlebihan, tetapi juga menyebabkan sedimentasi dan masalah lingkungan yang semakin memburuk.
Selama ini, masyarakat sering memanfaatkan eceng gondok untuk dijadikan pupuk atau bahan baku kerajinan. Namun, kini mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang menemukan potensi baru dari tanaman ini.
Tim mahasiswa ini berhasil mengembangkan Eichhornia Eco-Briquette, sebuah inovasi briket yang terbuat dari eceng gondok, sekam padi, dan residu tempurung kelapa.
Briket ini diperkenalkan sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan sekaligus alat pengendali gulma dan pengelolaan limbah industri.
Ketua tim pengembangan briket, Wahyu Suryaning Tyas, menjelaskan bahwa inovasi ini lahir dari kekhawatiran terhadap penyebaran eceng gondok yang invasif di Rawa Pening.
Ia menyebutkan bahwa tanaman ini mengganggu aktivitas nelayan setempat serta mencemari ekosistem perairan. Selain itu, limbah pertanian seperti sekam padi dan residu tempurung kelapa belum dimanfaatkan secara optimal.
Proses pembuatan briket ini dilakukan dengan cara sederhana. Pertama, eceng gondok dijemur hingga kering, kemudian dibakar menjadi arang dan dihaluskan hingga menjadi bubuk. Sekam padi dan residu tempurung kelapa juga diproses dengan cara serupa.
Bahan-bahan tersebut dicampur dengan tepung tapioka sebagai perekat alami, lalu diblender dan dicetak dalam bentuk cube maupun hexagonal.
Menurut Tyas, Eichhornia Eco-Briquette memiliki manfaat ganda. Pertama, briket ini dapat membantu mengendalikan pertumbuhan gulma. Kedua, briket ini memanfaatkan limbah pertanian yang selama ini belum terpakai. Ketiga, briket ini menjadi sumber energi alternatif yang bersih dan ramah lingkungan.
Tyas berharap produk ini dapat dikembangkan dalam skala yang lebih besar. Ia berencana bekerja sama dengan petani dan masyarakat lokal agar dapat membuka peluang usaha baru dan lapangan kerja. Meskipun produk ini belum resmi diluncurkan, antusiasme pasar cukup baik.
Dengan harga Rp 10.000 per kilogram, penjualan briket ini sudah mulai berjalan di pasar lokal Kota Semarang, Kabupaten Semarang, serta luar kota seperti Pekalongan. Hal ini menunjukkan potensi besar dari inovasi yang dilakukan oleh mahasiswa Udinus.
Inovasi ini bukan hanya solusi untuk masalah lingkungan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat.
Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, mahasiswa Udinus menunjukkan bahwa kreativitas dan inovasi bisa menjadi kunci untuk menghadapi tantangan lingkungan dan ekonomi.
Selain itu, proyek ini juga mendapatkan dukungan melalui pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) tahun 2025. Hal ini menunjukkan bahwa ide-ide kreatif mahasiswa bisa mendapat apresiasi dan dukungan dari berbagai pihak.
Dengan terus berkembangnya inovasi seperti ini, diharapkan dapat menjadi contoh bagi generasi muda lainnya untuk terus berinovasi dan menciptakan solusi yang berkelanjutan.