Kinerja PNBP Semester I/2025 yang Mengkhawatirkan
JAKARTA – Pemerintah Indonesia dalam menjalankan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada semester pertama tahun 2025 menunjukkan kinerja yang tidak sesuai dengan target.
Hal ini memicu kekhawatiran mengenai kemungkinan tidak tercapainya target yang ditetapkan dalam UU APBN 2025. Berdasarkan laporan pemerintah, realisasi PNBP pada semester I/2025 mencapai Rp222.874,0 miliar atau sekitar 43,4% dari total target APBN 2025 sebesar Rp513,6 triliun.
Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk dinamika perekonomian global dan fluktuasi harga komoditas seperti minyak bumi serta mineral dan batu bara (minerba).
Selain itu, setoran ke kas negara dalam bentuk dividen BUMN yang dialihkan ke Badan Pengelolaan Investasi Daya Anugrah Nusantara (Danantara) juga turut memengaruhi kinerja PNBP.
Penurunan Pendapatan SDA Migas
Komponen PNBP terdiri dari pendapatan SDA, pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan (KND), PNBP lainnya, serta pendapatan BLU.
Pada semester I/2025, realisasi PNBP dari pendapatan SDA mencapai Rp102,7 triliun atau 47,1% dari target APBN sebesar Rp218 triliun. Namun, angka ini mengalami kontraksi sebesar 10,3% dibandingkan semester I/2024.
Pendapatan SDA migas menjadi salah satu penyebab utama penurunan tersebut. Realisasi pendapatan SDA migas pada semester I/2025 hanya sebesar Rp47,2 triliun atau 39% dari target Rp121 triliun.
Angka ini turun 15% dibandingkan semester I/2024. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP), yang rata-rata mencapai US$70 per barel hingga Mei 2025, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yaitu US$82 per barel.
Selain itu, rata-rata lifting minyak bumi hingga Mei 2025 mencapai 567,9 ribu barel per hari (rbph), sedikit lebih rendah dari periode yang sama di 2024. Sementara itu, lifting gas bumi mencapai 987,5 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph), lebih tinggi dari periode yang sama di 2024 yakni 936,6 rbsmph.
Kontraksi PNBP Nonmigas dan KND
Selain SDA migas, PNBP nonmigas juga mengalami kontraksi sebesar 5,8% pada semester I/2025 dibandingkan dengan semester I/2024.
Realisasi PNBP SDA nonmigas sebesar Rp55,5 triliun atau 57,2% dari target APBN sebesar Rp97 triliun. Penurunan ini dipengaruhi oleh sektor pertambangan yang terkontraksi 5,4% dari periode sebelumnya.
Pos pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan (KND) juga mengalami penurunan signifikan. Realisasi PNBP berbentuk pendapatan KND hanya sebesar Rp11,8 triliun atau 13,1% dari target APBN 2025 sebesar Rp90 triliun. Realisasi ini anjlok hingga 80,3% jika dibandingkan dengan semester I/2024 yakni Rp60,1 triliun.
Penurunan ini disebabkan oleh pengalihan pengelolaan pendapatan setoran dividen BUMN ke Danantara sesuai dengan amanat UU BUMN. Sebelumnya, kinerja dividen BUMN pada semester I/2021 hingga semester I/2024 terus meningkat, mulai dari Rp15,9 triliun hingga tertinggi pada semester I/2024 yakni Rp60,1 triliun.
Strategi untuk Meningkatkan PNBP
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk meningkatkan realisasi PNBP.
Salah satunya adalah dengan mengamankan kontribusi interim dari Danantara. Selain itu, pemerintah perlu merevisi aturan agar penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan tetap tercatat sebagai PNBP.
Beberapa sumber cepat cair seperti lelang spektrum 1,4 GHz, optimalisasi royalti dan penalti di sektor ESDM, percepatan lelang WKP panas bumi, dan WIUP/WK migas harus dipercepat.
Di sisi lain, PNBP SDA nonmigas lainnya seperti dari sektor kehutanan maupun perikanan, BLU, serta pemanfaatan aset idle juga perlu dimaksimalkan. Pungutan karbon juga dinilai perlu mulai diaktifkan sebagai basis penerimaan baru.
Target PNBP harus dikomunikasikan ulang secara transparan agar pasar memahami ini sebagai transisi. Selain itu, tata kelola Danantara perlu diperkuat dengan kebijakan payout yang jelas. Strategi ini memadukan jembatan fiskal, optimalisasi penerimaan jangka pendek, dan fondasi sumber baru untuk menjaga ruang fiskal tetap aman.
Dengan alokasi Rp200 triliun untuk pengelolaan investasi Danantara, dividen interim bisa memberikan modal cepat sebesar Rp40 triliun hingga Rp80 triliun. Namun, perhitungan ini masih bersifat estimasi dan sangat bergantung pada kinerja BUMN. Faktor lain seperti payout ratio juga akan memengaruhi besarnya dividen interim.