Nasib Tragis Dejan: Striker yang Sering Dapat Kartu di Persebaya Surabaya

Nasib Tragis Dejan Tumbas di Persebaya Surabaya

JAKARTA – Dejan Tumbas, pemain asal Serbia yang diboyong oleh Persebaya Surabaya sebagai striker tajam, kini justru lebih sering bermain sebagai gelandang bertahan atau bahkan bek kiri. Ini menjadi perubahan besar dari ekspektasi awal yang diberikan kepada dirinya.

Alih-alih menunjukkan insting mencetak gol, Tumbas justru lebih dikenal karena gaya bermainnya yang keras dan sering mendapat kartu kuning serta merah.

Peristiwa terburuk terjadi saat Persebaya Surabaya menghadapi Dewa United di Stadion Internasional Banten, Jumat (26/9/2025) malam. Pada laga pekan ketujuh Super League 2025/2026 tersebut, Tumbas diusir wasit akibat menyikut kepala Taisei Marukawa.

Insiden ini terjadi di menit ke-37 dan membuat Green Force harus bermain dengan sepuluh pemain hingga akhir laga. Meski begitu, Persebaya Surabaya mampu menahan imbang tuan rumah dengan skor 1-1.

Dengan hasil tersebut, Persebaya Surabaya tetap bertahan di posisi keenam klasemen sementara dengan 10 poin. Namun absennya Tumbas di laga berikutnya menghadapi Persija Jakarta akan menjadi persoalan baru bagi tim.

Bagi Bonek, aksi Tumbas di lapangan semakin menuai kritik pedas. Banyak yang menyayangkan sikapnya yang sering melakukan pelanggaran tidak perlu dan merugikan tim sendiri.

Beberapa komentar di media sosial menunjukkan kekecewaan terhadap Tumbas. “Pelanggaran tidak perlu Dejan, sekarang malah jadi beban pemain lain,” tulis salah satu Bonek.

Ada pula yang menyindir peran Tumbas dengan ucapan “Kok isok tumbas deleh tengah.” Tak sedikit juga yang menilai gaya main Tumbas mirip pemain tarkam. Bahkan, ada yang menilai dia menjadi momok bagi formasi Persebaya Surabaya sendiri karena aksinya kerap berbuah kartu.

Sejatinya, Tumbas memiliki profil sebagai penyerang tengah murni. Ia lahir di Krivaja, Yugoslavia, pada 5 Agustus 1999, memiliki tinggi 1,87 meter, dan kaki dominan kanan.

Ia bergabung dengan Persebaya Surabaya pada 5 Januari 2025 dengan kontrak hingga 30 Juni 2026. Saat itu, kehadirannya diharapkan menambah daya gedor Green Force di lini depan.

Namun kenyataan di lapangan berbanding terbalik. Dari 22 penampilan, Tumbas hanya mampu mencatatkan dua assist dan nihil gol. Sebaliknya, catatan indisipliner justru mencolok.

Ia sudah mengoleksi enam kartu kuning dan satu kartu merah dari total 1.765 menit bermain. Dengan nilai pasar mencapai Rp 3,48 miliar, kontribusinya di lapangan jelas jauh dari ekspektasi. Alih-alih menjadi mesin gol, Tumbas justru identik dengan peran pemutus serangan lawan.

Pelatih Persebaya Surabaya, Eduardo Perez, pun kerap menempatkannya di posisi yang bukan asli. Kadang ia diminta mengisi gelandang bertahan, kadang pula dipasang di sektor bek kiri. Perubahan posisi itu membuat naluri menyerangnya semakin tumpul. Insting striker yang seharusnya menonjol justru hilang begitu saja.

Kondisi ini tentu menjadi ironi bagi seorang pemain asing dengan label mahal. Harapan besar suporter agar ia menjadi ujung tombak andalan berubah menjadi kekecewaan mendalam.

Beberapa Bonek bahkan menuntut Tumbas untuk bertanggung jawab. Mereka menilai kontribusinya tak sebanding dengan beban yang ia timbulkan akibat kartu pelanggaran.

Nama Tumbas pun kini sering jadi bahan guyonan pahit di kalangan suporter. “Mainmu kok tarkam ngunu mbas Tumbas,” cuit seorang pendukung Persebaya Surabaya.

Tak hanya itu, ada pula yang mengingatkan ia sudah dua kali membuat lawan terpancing emosinya hingga terjadi kartu. Pertama saat menghadapi Egy Maulana, lalu kini menimpa Taisei Marukawa.

Absennya Tumbas saat Persebaya Surabaya menjamu Persija pada 18 Oktober 2025 tentu akan mengubah strategi tim. Eduardo Perez harus segera mencari pengganti yang lebih stabil di lapangan.

Beban itu kian berat mengingat Persija adalah lawan berat dengan kedalaman skuad mumpuni. Kehilangan satu pemain, apalagi asing, tentu bukan perkara kecil.

Publik kini menunggu apakah Tumbas bisa bangkit setelah masa hukuman. Atau justru ia akan semakin terpuruk dalam peran yang salah kaprah di Persebaya Surabaya.

Satu hal yang jelas, perjalanan kariernya di Surabaya sedang berada dalam masa-masa berat. Dari striker harapan, ia kini lebih dikenal sebagai kolektor kartu pelanggaran.

Nasib tragis itu bisa menjadi pelajaran bagi Persebaya Surabaya dalam menentukan peran pemain asing. Sebab, salah penempatan posisi bisa membuat investasi mahal berakhir sia-sia.

Kini tinggal waktu yang bisa menjawab apakah Dejan Tumbas mampu membalikkan keadaan. Jika tidak, julukan striker tanpa gol akan terus melekat padanya di mata Bonek.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *