Wisata  

Orem-Orem: Rasa Tradisional yang Menggugah Selera Malang

Sejarah dan Keunikan Orem-Orem, Hidangan Tradisional Malang yang Masih Bertahan

MALANG – Di tengah pesatnya perkembangan dunia kuliner modern, orem-orem tetap menjadi hidangan tradisional yang bertahan dan menjadi kebanggaan masyarakat Malang.

Hidangan ini bukan hanya sekadar makanan, melainkan bagian dari identitas kuliner yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan cita rasa yang gurih, pedas, dan hangat, orem-orem mampu memikat lidah siapa pun yang mencicipinya, baik warga lokal maupun wisatawan.

Asal Usul dan Perkembangan

Orem-orem konon telah ada sejak puluhan tahun lalu sebagai hidangan rumahan di kalangan masyarakat Malang. Awalnya, hidangan ini sering disajikan dalam acara syukuran, kenduri, atau perayaan hari besar. Seiring berjalannya waktu, orem-orem berkembang menjadi santapan harian yang dijajakan di warung-warung makan khas Malang.

Nama “orem-orem” dipercaya berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti “makan sedikit demi sedikit”. Hal ini merujuk pada kebiasaan orang dulu yang menyantap hidangan ini secara perlahan karena kuahnya yang kental dan mengenyangkan.

Bahan dan Cita Rasa

Orem-orem disajikan dengan kuah santan berwarna kuning yang dimasak bersama aneka rempah seperti bawang merah, bawang putih, kemiri, kunyit, dan ketumbar. Kuah ini memiliki rasa gurih dan sedikit pedas, yang khas untuk masakan Jawa Timur.

Bahan utama orem-orem adalah ayam kampung atau terkadang tempe goreng yang dipotong kecil. Untuk menambah rasa, potongan ketupat atau lontong biasanya ditambahkan agar lebih mengenyangkan. Tidak ketinggalan, irisan tauge segar memberi sensasi renyah dan menyeimbangkan rasa santan yang kental.

Keunikan orem-orem juga terletak pada tambahan sambal goreng tempe atau sambal pedas yang disajikan di atasnya. Kombinasi ini menjadikan orem-orem memiliki cita rasa yang kaya—gurih, manis, pedas, dan segar berpadu dalam satu mangkuk.

Cara Penyajian yang Khas

Penyajian orem-orem sangat khas. Biasanya, potongan ketupat atau lontong diletakkan di dasar mangkuk, lalu diberi suwiran ayam atau potongan tempe.

Setelah itu, kuah santan kental disiramkan hingga meresap. Sebagai sentuhan akhir, orem-orem ditaburi tauge segar dan sambal pedas. Beberapa penjual juga menambahkan telur asin atau perkedel sebagai pelengkap.

Peran dalam Kuliner Malang

Bagi masyarakat Malang, orem-orem bukan sekadar makanan, melainkan bagian dari kenangan masa kecil. Banyak warga yang tumbuh dengan hidangan ini sebagai menu keluarga di rumah. Hingga kini, orem-orem masih mudah ditemui di sejumlah warung makan tradisional, terutama di kawasan Kota Malang dan sekitarnya.

Keberadaan orem-orem juga memperkaya ragam kuliner Malang yang sudah terkenal dengan bakso, rawon, dan cwie mie. Jika bakso identik dengan kelezatan kuah kaldu, maka orem-orem menonjolkan kekayaan santan dan rempah-rempah. Tidak jarang, wisatawan yang datang ke Malang sengaja mencari orem-orem untuk merasakan nuansa kuliner khas daerah.

Adaptasi dan Pelestarian

Meski tergolong kuliner tradisional, orem-orem mampu beradaptasi dengan selera modern. Beberapa penjual kini menambahkan variasi lauk seperti ayam goreng, daging sapi, hingga tahu bacem. Ada pula yang mengurangi kekentalan santan agar lebih ringan di lidah generasi muda. Namun, esensi kelezatan orem-orem tetap terjaga: kuah santan gurih dengan cita rasa rempah yang kuat.

Nilai Sosial dan Kebersamaan

Selain soal rasa, orem-orem juga memiliki nilai sosial. Dahulu, hidangan ini kerap disajikan dalam acara hajatan sebagai simbol kebersamaan. Menyantap orem-orem bersama keluarga atau tetangga mencerminkan nilai gotong royong masyarakat Jawa yang kuat. Nilai ini masih terasa hingga sekarang, ketika orem-orem dinikmati di warung sederhana dengan suasana akrab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *