Pangeran Hisahito Lulus Ujian Kedewasaan, Jadi Kaisar Terakhir Jepang?

Pangeran Hisahito Resmi Menjadi Orang Dewasa

Pangeran Hisahito, putra dari Pangeran Mahkota Akishino dan Putri Mahkota Kiko, telah resmi menjadi orang dewasa. Ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah monarki Jepang, karena dia menjadi anggota kekaisaran pertama yang mencapai usia dewasa dalam 40 tahun terakhir. Upacara kedewasaannya digelar pada Sabtu (6/9/2025), menjadikannya sebagai momen yang memperkuat kesadaran akan tantangan masa depan monarki tertua di dunia ini.

Upacara kedewasaan yang rumit ini berlangsung setelah 37 tahun sejak upacara terakhir yang digelar pada 1985. Saat itu, ayah Hisahito, Pangeran Mahkota Akishino, menjadi satu-satunya anggota kekaisaran yang menggelar acara serupa. Kini, dengan kehadiran Hisahito, upacara ini menjadi pengingat bahwa monarki Jepang sedang menghadapi krisis suksesi yang serius.

Hanya laki-laki yang berhak meneruskan takhta kekaisaran berdasarkan aturan yang berlaku selama ratusan tahun. Namun, jumlah anggota keluarga kerajaan yang terdiri dari laki-laki semakin menurun. Hisahito, yang saat ini berada di urutan kedua pewaris tahta Chrysanthemum, akan menjadi kaisar di masa depan. Sayangnya, setelahnya tidak ada lagi anggota laki-laki yang bisa meneruskan garis keturunan. Hal ini menimbulkan dilema besar bagi pihak istana, termasuk apakah mereka harus merevisi kebijakan abad ke-19 yang melarang wanita meneruskan tahta.

Hisahito lahir pada 6 September 2006, dan adalah anak laki-laki satu-satunya dari Pangeran Mahkota Akishino dan Putri Mahkota Kiko. Ia memiliki dua kakak perempuan, Putri Kako dan Mako, yang telah menikah dengan warga sipil dan harus meninggalkan status kekaisaran.

Seharusnya, Hisahito menggelar upacara kedewasaan saat berusia 18 tahun. Namun, acara tersebut ditunda hingga tahun ini agar ia dapat fokus sepenuhnya pada ujian masuk perguruan tinggi. Saat ini, ia sedang menempuh pendidikan di Tsukuba University, dekat Tokyo. Ia mempelajari biologi dan memiliki minat pada olahraga badminton. Selain itu, ia juga sangat tertarik pada capung dan bahkan menulis naskah akademik tentang survei serangga di lahan perkebunan milik keluarganya di Akasaka, Tokyo.

Masalah Suksesi di Monarki Jepang

Kekurangan penerus laki-laki menjadi isu kritis bagi monarki Jepang. Jika tidak ada penerus yang layak, Hisahito bisa jadi menjadi kaisar terakhir. Permasalahan ini mencerminkan situasi populasi Jepang yang menua dan menurun secara signifikan.

Tradisi penerus laki-laki di kekaisaran Jepang sudah berjalan selama 1.500 tahun. Meski begitu, di masa lalu, perempuan juga pernah diperbolehkan meneruskan tahta. Terdapat delapan kaisar perempuan dalam sejarah, termasuk Go-Sakuramachi yang memerintah antara 1762 hingga 1770. Namun, tidak satupun dari mereka yang berhasil melahirkan penerus selama masa kepemimpinannya.

Secara hukum, hanya laki-laki yang diizinkan meneruskan tahta. Aturan ini diatur dalam undang-undang 1889 dan UU Keluarga Kekaisaran 1947. Namun, para ahli menyatakan bahwa sistem ini memiliki kelemahan struktural. Dulu, adanya peran selir membantu memperluas garis keturunan kekaisaran.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah pernah mengusulkan perubahan pada 2005, yaitu memperbolehkan kaisar perempuan. Namun, rencana ini ditentang oleh kalangan nasionalis setelah kelahiran Hisahito.

Pada Januari 2022, panel ahli yang sebagian besar konservatif merekomendasikan agar pemerintah tetap mempertahankan garis penerus laki-laki. Mereka juga menyarankan agar anggota perempuan kekaisaran tetap menjalani tugas resmi. Kaum konservatif juga mengusulkan untuk mengadopsi keturunan laki-laki dari keluarga jauh kekaisaran yang kini telah bubar.

Surat kabar Yomiuri Shinbun juga mengeluarkan proposal sendiri, yaitu merevisi UU Keluarga Kekaisaran untuk memberikan status kekaisaran pada suami dan anak para putri, serta memperbolehkan anggota perempuan mewarisi tahta.

Tantangan dan Harapan Masa Depan

Banyak warga Jepang mendukung gagasan kaisar perempuan. Seorang bartender di Tokyo, Yuta Hinago, menyatakan bahwa gender tidak penting dalam menentukan siapa yang akan menjadi kaisar. Minori Ichinose, seorang warga lainnya, juga mendukung ide ini.

Namun, sejarawan kerajaan dari Nagoya University, Hideya Kawanishi, mengatakan bahwa masyarakat saat ini lebih fokus pada isu-isu seperti inflasi yang meningkat. Menurutnya, jika dukungan untuk kaisar perempuan semakin kuat, maka politisi bisa lebih serius dalam mengambil keputusan.

Meskipun ada dukungan publik, Kawanishi percaya bahwa setelah upacara kedewasaan Hisahito selesai, masyarakat dan media akan kembali tenang dan melanjutkan hidup seperti biasa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *