Penyelidikan Terhadap Pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek
JAKARTA – Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan terhadap tiga orang terdakwa, yaitu Sri Wahyuningsih, Ibrahim Arief, dan Mulyatsyah.
Surat dakwaan ini juga mengungkap peran Nadiem Makarim sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Penolakan Awal oleh Muhadjir Effendy
Sebelum Nadiem menjabat, PT Google Indonesia pernah menawarkan produk Chromebook kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa pemerintahan Muhadjir Effendy.
Namun, produk tersebut ditolak karena sejumlah kelemahan krusial, termasuk ketergantungan pada jaringan internet yang tidak memadai untuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Pada akhir tahun 2018 hingga pertengahan 2019, Chromebook sempat diuji coba dalam program digitalisasi pendidikan. Hasil uji coba menunjukkan bahwa produk ini tidak lulus karena masalah operasional. Hal ini menjadi alasan utama bagi Muhadjir Effendy untuk tidak menyertakan Chromebook dalam rencana pengadaan.
Arahan Nadiem untuk Menggunakan Chromebook
Setelah dilantik pada Oktober 2019, Nadiem langsung melakukan perencanaan pengadaan program digitalisasi pendidikan. Dua grup WhatsApp yang dibentuknya, yaitu ‘Education Council’ dan ‘Mas Menteri Core Team’, menjadi wadah untuk merancang pengadaan yang akan dilakukan.
Nadiem memberikan kekuasaan luas kepada Jurist Tan dan Fiona Handayani untuk membuat kebijakan pendidikan, termasuk dalam pengadaan Chromebook. Saat itu, Nadiem secara tegas menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh kedua stafnya adalah kata-katanya sendiri.
Peran Ibrahim Arief dalam Pengadaan
Ibrahim Arief, yang saat itu menjadi konsultan teknologi, awalnya ragu-ragu mendorong Chromebook. Pada 21 Februari 2020, ia memberikan paparan di hadapan Nadiem tentang keterbatasan Chromebook dalam hal koneksi dan kompatibilitas. Namun, setelah mendengar ucapan Nadiem, “You Must Trust The Giant,” Ibrahim membuat kajian yang mengarah ke satu produk, yaitu Chromebook.
Kerugian Negara Akibat Pengadaan
Pengadaan Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2,1 triliun. Kerugian ini terdiri dari dua unsur, yaitu pengadaan laptop berbasis Chromebook senilai Rp 1,5 triliun dan pengadaan CDM senilai Rp 621,3 miliar.
Keuntungan Pribadi Nadiem
Jaksa menyebutkan bahwa pengadaan Chromebook dilakukan Nadiem semata-mata untuk kepentingan bisnisnya. Ia dinilai memperkaya diri sendiri hingga Rp 809,5 miliar melalui investasi Google ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB).
Keuntungan untuk Orang Lain dan Perusahaan
Selain memperkaya diri sendiri, Nadiem bersama anak buahnya dinilai telah memperkaya 24 pihak lain dalam perkara ini. Sebanyak 12 perusahaan atau produsen elektronik meraup keuntungan dari pengadaan Chromebook, dengan total mencapai ratusan miliar rupiah. Selain itu, beberapa pejabat Kemendikbudristek juga menerima dana secara tidak sah.
Ancaman Hukuman
Perbuatan Nadiem bersama Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, dan Ibrahim Arief diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.












