Peran Pendidikan dalam Menghadapi Revolusi Teknologi AI
JAKARTA – Perkembangan teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan.
Di satu sisi, AI menawarkan berbagai alat yang mampu meningkatkan kualitas belajar, seperti personalisasi kurikulum, analisis pembelajaran, dan otomatisasi administrasi. Namun di sisi lain, AI juga membuka tantangan etika yang kompleks, terutama dalam konteks budaya, institusi pendidikan, dan profesi.
Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan kritik yang serius agar pendidikan tidak hanya menjadi mekanisme adopsi teknologi, tetapi juga menjadi medan pembentukan manusia yang bermoral dan bertanggung jawab. Pendidikan umum harus kembali menegaskan tujuan manusiawi, yaitu membentuk warga negara yang kritis, berempati, dan beretika.
Literasi Digital dan Etika Digital
Dalam era digital, literasi digital menjadi hal penting. Namun, literasi tersebut tidak cukup hanya sebatas kemampuan teknis mengoperasikan AI.
Lebih dari itu, diperlukan literasi etika digital yang mencakup pemahaman tentang dampak sosial, bias, dan konsekuensi moral dari keputusan yang dibantu oleh mesin. Hal ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa penggunaan AI tidak hanya efisien, tetapi juga bertanggung jawab.
Nilai-nilai lokal dan kultural dapat menjadi fondasi yang kuat dalam memperkaya kode etik profesi. Misalnya, integrasi nilai budaya Jawa, Betawi, atau lokal lainnya ke dalam konstruksi etika profesi dapat memperkuat kepatuhan etis dan profesionalisme.
Dalam penelitian yang dilakukan, konstruksi kode etik akuntan yang memadukan prinsip lokal seperti Aswaja An-Nahdliyah menunjukkan hasil positif dalam pembentukan karakter profesional yang beretika serta sensitif terhadap konteks sosial budaya.
Peran Perguruan Tinggi dalam Membentuk Profesional Beretika
Di tingkat perguruan tinggi, peran menjadi lebih strategis karena perguruan tinggi adalah sumber ilmu dan pembentuk norma profesi.
Oleh karena itu, pendidikan tinggi harus menginternalisasi prinsip etika pada semua program studi, terutama pada disiplin yang sangat terpengaruh oleh AI seperti akuntansi, manajemen, dan ilmu data.
Penerapan AI dalam bidang akuntansi dan bisnis, misalnya, memerlukan dasar etika yang kuat. Tanpa etika yang solid, otomatisasi berisiko memperbesar kesalahan sistemik.
Contohnya, sistem rekomendasi pembelajaran yang mengoptimalkan hasil ujian bisa memperkuat kesenjangan jika data pelajar sebelumnya mencerminkan ketidakadilan historis.
Integrasi Etika dalam Pengembangan AI
Artificial Intelligence bukanlah entitas netral. AI membawa bias data, opasitas algoritmik, dan kemungkinan desentralisasi tanggung jawab. Dalam praktik bisnis, model bagi hasil tradisional seperti “te’seng” menonjolkan nilai saling percaya dan tanggung jawab komunitas.
Ketika model tersebut direkayasa melalui sistem otomatis tanpa memahami nilai lokal, hasilnya dapat merusak jaringan sosial-ekonomi yang ada.
Oleh karena itu, integrasi AI harus selalu disertai audit etis, menggunakan kajian kultural dan nilai-nilai profesi sebagai filter desain. Pendidikan etika harus menjadi pilar dalam strategi adopsi AI: bukan hanya kursus pilihan, melainkan kurikulum transversal yang mengikat aspek teknis, hukum, dan kultural.
Kurikulum Etika yang Komprehensif
Kurikulum etika harus mengajarkan analisis kasus nyata yang melibatkan AI, praktik audit algoritma, serta pendekatan interdisciplinary yang menggabungkan filsafat moral, sosiologi, dan ilmu komputer.
Selain itu, pembentukan kode etik yang responsif terhadap konteks lokal menjadi instrumen efektif untuk menanamkan tanggung jawab profesional yang relevan dengan komunitas lokal.
Tanggung Jawab Kebijakan dan Regulasi
Akhirnya, tanggung jawab kebijakan ada pada pemangku kepentingan, seperti pemerintah, universitas, asosiasi profesi, dan industri teknologi. Regulasi yang mendorong transparansi algoritma, mekanisme audit independen, dan pendidikan etika resmi di semua jenjang pendidikan perlu diprioritaskan.
Tanpa regulasi dan pendidikan yang memadai, AI berpotensi menjadi alat memperkuat ketimpangan, menggantikan tanggung jawab moral manusia, dan mengikis nilai-nilai profesional yang selama ini dijaga oleh komunitas akademik dan praktik.
Pendidikan yang mempersiapkan generasi mendatang harus memadukan kemampuan teknis dan kedewasaan etis. Barulah AI dapat menjadi mitra yang memperkaya, bukan ancaman yang merombak tatanan moral kita.








