Kasus Korupsi Tata Niaga Timah dan Penyitaan Aset Sandra Dewi
JAKARTA – Kasus korupsi tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis, suami dari aktris Sandra Dewi, telah memicu berbagai perdebatan hukum terkait penyitaan aset. Saat ini, keberatan yang diajukan oleh Sandra Dewi sedang dipertimbangkan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Sandra Dewi menegaskan bahwa sebagian besar aset pribadinya diperoleh melalui kerja kerasnya sebagai artis dan endorsement. Namun, meskipun begitu, beberapa aset miliknya tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp 420 miliar yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis.
Hal ini memicu pertanyaan tentang bagaimana aset pribadi bisa disita dalam kasus korupsi yang hanya melibatkan salah satu anggota keluarga.
Latar Belakang Kasus Korupsi Timah
Kasus korupsi tata niaga timah menjadi salah satu perkara lingkungan terbesar dalam sejarah hukum Indonesia. Dalam kasus ini, Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa sebagai saksi. Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara mencapai Rp 300 triliun akibat aktivitas pertambangan ilegal yang merusak lingkungan.
Luas lahan yang terdampak mencapai lebih dari 170 juta hektar di kawasan hutan dan non-hutan di wilayah Bangka Belitung. Setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi, Harvey Moeis dihukum 20 tahun penjara serta denda sebesar Rp 420 miliar.
Aset yang Disita
Dalam proses penyitaan, hakim memutuskan bahwa aset-aset milik Harvey Moeis dan Sandra Dewi dirampas untuk negara. Aset yang disita antara lain:
- Rolls-Royce Ghost Extended Wheelbase
- Ferrari 458 Speciale
- Ferrari 360 Challenge Stradale
- Mercedes-Benz SLS AMG
- MINI Cooper S Countryman F60
- Toyota Vellfire
- Lexus
- Porsche
Selain kendaraan, ada juga properti yang tersebar di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Tangerang. Jumlahnya mencapai 11 unit tanah dan bangunan. Ada juga 88 tas merek ternama, 141 perhiasan, uang tunai sebesar 400.000 dolar AS dan Rp13.581.013.347, serta logam mulia.
Sebagian besar aset tersebut disebut atas nama Sandra Dewi. Meski demikian, ia mengklaim bahwa sebagian besar aset itu diperoleh secara mandiri dan tidak terkait dengan tindakan korupsi suaminya.
Perjanjian Pisah Harta
Pengacara Harvey Moeis, Andi Ahmad, menyampaikan keheranan terhadap keputusan pengadilan yang memerintahkan penyitaan aset atas nama Sandra Dewi. Menurutnya, pasangan ini sudah menandatangani perjanjian pisah harta, sehingga kepemilikan aset harus dipisahkan.
Andi menegaskan bahwa banyak aset Sandra Dewi diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana korupsi pada tahun 2015-2022. Contohnya adalah deposito senilai Rp 33 miliar, tas branded, dan perhiasan yang diperoleh sejak 2010 dan 2012. Ia berharap pengadilan dapat mempertimbangkan hal ini dalam putusan akhir.
Sidang Keberatan Sandra Dewi
Sidang keberatan Sandra Dewi dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejagung. Jaksa menghadirkan ahli pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk memberikan kesaksian.
Dalam sesi wawancara, Hakim Rios bertanya apakah harta yang diperoleh pihak ketiga sebelum tindak pidana terjadi dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi.
Hibnu menjelaskan bahwa meskipun aset tersebut bisa dinilai tidak terkait, jika status pemiliknya masih terkait dengan terdakwa, maka aset tersebut tetap bisa disita. Namun, jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa asetnya tidak terkait dengan korupsi, maka aset tersebut tidak boleh disita.
Hakim Rios kemudian menegaskan kembali pertanyaan terkait hubungan antara suami dan istri dalam kasus ini. Hibnu tetap pada pendiriannya bahwa penyitaan aset memiliki berbagai pendekatan yang harus dipertimbangkan, termasuk pendekatan hukum dan korupsi.











