Produksi Padi di Kalimantan Selatan Menurun, Petani Mengeluh
BANJAR – Produksi padi di Kalimantan Selatan pada musim panen saat ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Hal ini terasa oleh para petani di beberapa daerah, termasuk Desa Pemurus, Kecamatan Aluhaluh, Kabupaten Banjar. Hasil panen mereka mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun sebelumnya.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Bersama, Saberan (54), menjelaskan bahwa dari sekitar 500 hektare sawah yang dikelola, hasil panen turun lebih dari separuh.
“Tahun kemarin satu hektare bisa menghasilkan sekitar 250 blek atau 2,5 ton gabah. Tahun ini, satu hektare hanya mampu menghasilkan sekitar satu ton,” ujarnya.
Idealnya, menurut dia, satu hektare bisa menghasilkan hingga 3,5 ton. Penurunan dalam empat tahun terakhir membuat petani merugi karena biaya tanam tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
Faktor-faktor seperti cuaca dan serangan hama juga menjadi penyebab utama penurunan produksi. Ketua RT 2 Desa Pemurus, Ardiansyah, menjelaskan bahwa padi banyak rusak akibat cuaca buruk dan serangan tikus.
“Pertumbuhan padi lambat, dan saat keluar bulir sering dimakan tikus dan burung,” katanya.
Selain itu, penggunaan pestisida berlebihan juga memengaruhi kualitas gabah. Saberan menambahkan bahwa pertanian di kawasan pesisir ini sangat bergantung pada kondisi cuaca.
“Kalau kemarau basah, kualitas panen menurun. Justru akan bagus kalau kemarau panjang. Soalnya, tanah di Pemurus butuh kondisi kering agar air laut bisa masuk dan menyuburkan lahan,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan bantuan lebih intensif untuk mengatasi masalah hama dan mencari solusi jangka panjang menghadapi dampak perubahan iklim.
Keluhan serupa juga datang dari petani di Kecamatan Mataraman, Banjar. Sugiman, salah satu petani setempat, mengaku hasil panennya turun lebih dari separuh. Hujan yang masih mengguyur juga menyulitkan sebagian petani dalam proses panen.
Kepala Bidang Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Dinas Pertanian Banjar, Imelda Rosanty, mengatakan pihaknya bersama penyuluh pertanian telah melakukan intervensi, termasuk gerakan pengendalian hama tikus melalui kelompok tani dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).
“Mungkin hasilnya belum maksimal. Ke depan juga akan diintervensi dengan penggunaan bibit unggul agar tidak mudah terserang hama dan tahan kondisi lingkungan akibat cuaca,” ujarnya.
Masalah serupa juga terjadi di Kabupaten Tapin. Bahkan, harapan warga Desa Purut untuk menyedekahkan hasil panen padi kepada jemaah haul Guru Sekumpul diuji oleh serangan tikus. Ketua Posko Singgah Desa Purut, Alamin, menyebut bahwa padi yang ditanam sejak 19 Juli 2025 mulai berbulir.
“Alhamdulillah pertumbuhannya bagus, insya Allah akhir Oktober bisa panen. Tapi kendalanya tikus sangat sporadis. Hampir 300 ekor pernah kami tangkap dalam semalam,” ungkapnya.
Warga tetap intensif menjaga sawah saat malam dan memasang perangkap. Di Desa Harapan Masa, Kecamatan Tapin Selatan, tanaman padi warga sudah memunculkan bulir kuning dan siap panen sekitar 10 hari lagi.
Farida, petani setempat, mengaku ini perdana bagi dirinya mencoba tanam kedua dengan luas lahan 10 borong atau hampir setengah hektare. “Kalau siang diserang burung, malamnya saya dan suami giliran jaga karena banyak tikus. Mudahan panen kedua ini berhasil, seperti pertama,” tuturnya.
Kepala Dinas Pertanian Tapin, Triasmoro, menyampaikan bahwa pihaknya menyiapkan bantuan obat rodentisida bagi petani yang lahannya terkena serangan tikus. Menurutnya, musim tanam padi di Tapin mulai berjalan.
“Belum serentak karena tergantung kondisi air,” ujarnya.
Puncak masa tanam berlangsung pada Oktober mendatang, seiring mulai turunnya musim hujan. Menanggapi persoalan yang dihadapi petani, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kalsel Syamsir Rahman mengatakan belum menerima laporan resmi.
“Memang ada laporan mengenai penyakit padi Tungro di sebagian Banjar dan dampak operasi modifikasi cuaca dari BNPB. Namun, data spesifiknya belum kami terima,” ujarnya.
Menurutnya, penanganan awal dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Syamsir juga mengungkapkan bahwa hingga Agustus 2025, Kalsel mencatat produksi padi 1,2–1,3 juta ton atau meningkat dibandingkan 2024, yang berjumlah 1 juta ton.