NUSANTARA – Indonesia, yang sebelumnya tidak memiliki kemampuan rudal balistik modern, kini menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengerahkan sistem rudal jarak pendek. Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam dinamika kekuatan regional dan membuka wawasan baru mengenai strategi pertahanan negara tersebut.
Sebelumnya, negara-negara di kawasan Asia Tenggara cenderung menghindari pengadaan sistem balistik taktis karena sifatnya yang dianggap ofensif. Namun, dengan pengerahan rudal KHAN buatan Turki di Kalimantan Timur, Indonesia memperluas opsi serangan berpresisi tinggi dan respons cepat. Hal ini juga mencerminkan pergeseran dari postur defensif menuju postur pencegahan yang lebih gesit.
Pemindahan Ibu Kota dan Ketegangan di Laut Cina Selatan
Pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara (IKN) terkait erat dengan penempatan rudal balistik. Kalimantan Timur dipilih sebagai lokasi penempatan karena keamanannya yang relatif aman dari serangan langsung, posisinya yang strategis menghadap jalur laut utama, serta perannya sebagai lokasi ibu kota baru. Penempatan ini menjadikannya ideal untuk menampung pasukan rudal yang mampu bertahan hidup guna melindungi wilayah nasional dan IKN.
Kawasan Asia Tenggara saat ini sedang menghadapi meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan. Indonesia, meskipun bukan pengklaim utama, memiliki zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang tumpang tindih dengan klaim “sembilan garis putus-putus” China. Dengan penempatan rudal di Kalimantan Timur, Indonesia dapat memperkuat pengawasan atas rute maritim penting seperti Selat Makassar dan Laut Sulawesi.
Rudal KHAN: Kemampuan dan Penggunaan
Rudal KHAN dikembangkan oleh Roketsan, produsen senjata Turki. Dengan jangkauan 280 km, rudal ini mampu menjangkau koridor maritim yang disengketakan. Indonesia memesan rudal KHAN pada November 2022 dan menjadi kekuatan militer pertama di luar Turki yang memiliki rudal tersebut dalam inventarisnya.
Juru bicara TNI menyebutkan bahwa pengiriman rudal tersebut merupakan bagian dari pengadaan tahap pertama yang belum diserahkan secara resmi kepada TNI AD. Meski demikian, rudal ini telah ditempatkan di pangkalan Raipur A Yonarmed 18 milik Angkatan Darat Indonesia di Tenggarong, Kalimantan Timur.
Impak Regional dan Potensi Perlombaan Senjata
Langkah Indonesia memicu kekhawatiran akan dimulainya perlombaan senjata di kawasan Asia Tenggara. Ridzwan Rahmat, kepala analis pertahanan di Janes, menyatakan bahwa hingga saat ini, negara-negara Asia Tenggara umumnya menghindari pengadaan sistem balistik taktis karena sifatnya yang ofensif. Namun, norma ini kini mulai berubah.
Negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam dan Myanmar, memiliki rudal balistik era Soviet dan Korea Utara. Namun, sistem-sistem ini masih dianggap usang dan belum sepenuhnya digunakan secara rutin. Dengan adanya rudal KHAN, Indonesia memberikan contoh baru yang mungkin memicu evaluasi ulang kemampuan rudal dan pertahanan udara negara-negara lain.
Strategi Pertahanan yang Lebih Transparan
Meski pengerahan rudal KHAN meningkatkan postur pertahanan Indonesia, hal ini juga bisa menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara tetangga. Beni Sukadis dari Lesperssi menyarankan agar Indonesia terus memprioritaskan transparansi dan diplomasi pertahanan untuk menghindari persepsi ancaman yang tidak semestinya.
Khairul Fahmi dari IESS menekankan bahwa penguatan ini adalah respons terukur terhadap pergeseran keamanan regional dan global. Indonesia tidak sekadar ingin memperluas kapasitas militer, tetapi juga membangun arsitektur pertahanan yang kuat untuk melindungi pusat pemerintahan baru.
Pergeseran Orientasi Pertahanan Indonesia
Pembelian rudal KHAN menandai pergeseran orientasi pertahanan Indonesia. Di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, negara ini mulai meninggalkan ketergantungan hanya pada mitra Barat dan membangun aliansi baru dengan negara-negara seperti Turki, India, dan Korea Selatan.
Ini tercermin dalam akuisisi besar-besaran, termasuk pesanan jet Rafale dari Prancis, persetujuan AS untuk F-15EX Eagle II, kontrak KAAN dari Turki, dan partisipasi dalam program KF-21 Boramae. Diversifikasi ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan dan meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam dinamika kekuatan global.
Transfer Teknologi dan Kemitraan Strategis
Kemitraan antara Indonesia dan Turki tidak hanya terbatas pada pembelian rudal, tetapi juga mencakup peluang transfer teknologi dan produksi lokal di masa depan. Pada Indo Defence 2025, Indonesia menandatangani kontrak dengan Roketsan untuk pengembangan kemampuan lokal dalam perakitan, produksi dalam negeri, dan keberlanjutan teknologi rudal.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia menegaskan perannya sebagai aktor regional yang kredibel dan komitmen menjaga keseimbangan melalui modernisasi yang bertanggung jawab.