Sebulan Menkeu Purbaya, Pilih Tidak Naikkan Harga untuk Lawan Rokok Ilegal

Kebijakan Menkeu Purbaya dalam Menghadapi Rokok Ilegal

JAKARTA – Sejak dilantik sebagai Menteri Keuangan pada 8 September 2025, Purbaya Yudhi Sadewa telah mengumumkan sejumlah kebijakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas pasar dan meningkatkan penerimaan negara.

Salah satu kebijakan utamanya adalah memastikan tidak ada kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok maupun cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2026.

Purbaya menegaskan bahwa saat ini belum ada rencana untuk menaikkan harga rokok. Ia mengatakan bahwa penyesuaian harga tidak diperlukan karena bisa berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.

“Belum ada kebijakan seperti itu (HJE naik), saya enggak tahu. Harusnya sih nggak usah,” ujarnya saat diwawancarai oleh para wartawan.

Alasan Tidak Menaikkan Harga Rokok

Menurut Purbaya, salah satu alasan mengapa harga rokok tidak dinaikkan adalah untuk mencegah peredaran rokok ilegal. Jika harga rokok legal meningkat, maka selisih antara produk legal dan ilegal akan semakin besar. Hal ini bisa mendorong konsumen beralih ke produk tanpa cukai yang lebih murah.

“Selisih antara produk yang legal dengan ilegal jadi semakin besar. Kalau makin besar akan mendorong barang-barang ilegal,” jelasnya.

Ia menilai bahwa masalah rokok ilegal menjadi tantangan serius yang berdampak langsung terhadap penerimaan negara. Dengan menjaga harga tetap stabil, pemerintah berharap konsumen tetap memilih produk legal.

Strategi Mengatasi Rokok Ilegal

Untuk mengatasi masalah rokok ilegal, pemerintah sedang merancang strategi baru yang sekaligus memperhatikan keberlanjutan industri rokok dalam negeri.

Salah satu langkah yang diambil adalah pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) yang ditujukan untuk menampung produsen rokok ilegal agar dapat beroperasi secara legal.

Purbaya menyampaikan bahwa produsen rokok ilegal di KIHT akan dikenakan tarif cukai seperti produsen rokok legal lainnya. Tujuannya adalah memberikan ruang persaingan usaha yang adil antara produsen rokok dalam negeri.

Ia juga menegaskan bahwa tarif cukai yang diberlakukan tidak akan mencekik produsen rokok ilegal yang ukuran usahanya lebih kecil.

“Mereka kita kasih ruang untuk melegalkan produknya dengan nanti pola cukai yang pas untuk mereka. Pak Dirjen sedang mempelajari seperti apa yang paling pas buat perusahaan-perusahaan kecil, yang bisa hidup tapi tidak terlalu mengganggu pasar secara enggak fair,” jelasnya.

Insentif untuk Produsen Rokok Ilegal

Selain itu, Purbaya berencana memberikan pemutihan pajak dan cukai kepada produsen rokok ilegal. Dengan berbagai insentif tersebut, diharapkan produsen rokok ilegal tertarik untuk masuk ke KIHT dan menjadi perusahaan legal. Purbaya juga berkomitmen untuk menumpas seluruh produsen rokok ilegal yang masih ngotot beroperasi di Indonesia.

Kerugian Negara Akibat Rokok Ilegal

Berdasarkan data dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp 15 triliun per tahun.

Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, menjelaskan bahwa jika 5 persen dari total produksi rokok nasional yang mencapai 300 miliar batang tidak membayar cukai, maka sekitar 15 miliar batang rokok ilegal beredar di pasar.

Kondisi ini menyebabkan potensi kerugian negara mencapai sekitar Rp 15 triliun setiap tahun. “Rokok ilegal itu kan jumlahnya signifikan. Kalau misalnya katakan 5 persen saja, kemudian dikali 300 miliar batang berarti sekitar 15 miliar batang ya. Bisa Rp 15 triliun kan uang hilang,” ujar Tauhid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *