Sidang Pemalsuan Sertifikat Tanah di Gresik Memanas, Dua Terdakwa Minta Bebas

Perkara Pemalsuan Dokumen SHM di Manyar, Gresik Memasuki Tahap Akhir

GRESIK – Perkara terkait pemalsuan dokumen pengurusan sertifikat hak milik (SHM) di Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, kini memasuki tahap akhir dalam proses hukum.

Dua terdakwa yang terlibat dalam kasus ini adalah Resa Andrianto, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Adhienata Putra Deva, yang menjabat sebagai Asisten Surveyor Kadastral (ASK) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gresik.

Dalam sidang terbaru, kedua terdakwa mengajukan permohonan untuk dibebaskan dari tuntutan hukuman yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka menilai bahwa tuntutan yang diberikan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi selama persidangan.

Penasehat Hukum terdakwa, Johan Avie, menyampaikan bahwa pihaknya meminta Majelis Hakim untuk membebaskan para terdakwa dari semua dakwaan.

Menurutnya, pasal 263 ayat 2 jo pasal 56 ke-2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang digunakan untuk menjerat terdakwa terkesan dipaksakan dan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Selain itu, Johan Avie juga menegaskan bahwa pihak korban, Tjong Cien Sing dan PT Kodaland Inti Properti, telah sepakat untuk melakukan pelurusan batas tanah senilai Rp 60 juta. Bukti transfer uang sebesar Rp 25 juta dari pihak pelapor dan Rp 35 juta dari perusahaan telah disiapkan sebagai bukti pendukung dalil tersebut.

Pernyataan ini merupakan bagian dari pledoi pembelaan yang sudah disampaikan dalam sidang sebelumnya. Menurut penasehat hukum, tidak ada keterlibatan langsung dari para terdakwa dalam proses perkara ini sejak awal.

“Apabila Majelis Hakim PN Gresik berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” ujar Johan Avie dalam kesempatan tersebut.

Sidang akan Berlangsung Pekan Depan

Rencananya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik akan membacakan putusan atau vonis terhadap kedua terdakwa pada hari Kamis, 23 Oktober 2025 mendatang. Sidang ini menjadi momen penting dalam proses hukum yang telah berlangsung cukup lama.

Sementara itu, JPU Imamal Muttaqin tetap mempertahankan tuntutan terhadap kedua terdakwa. Ia menjelaskan bahwa pihaknya memberikan pertimbangan kepada Majelis Hakim dalam menjatuhkan vonis. Hal ini didasarkan pada alat bukti, keterangan saksi-saksi, serta fakta-fakta yang terungkap selama persidangan.

Menurut JPU, terdakwa secara sah dan meyakinkan melanggar pasal yang didakwakan. Ia menyoroti kelalaian atau pembiaran yang dilakukan oleh terdakwa sebagai PPAT, yang memberikan ruang bagi tersangka Budi Riyanto, yang saat ini masih dalam status DPO (Dituntut Pencarian).

“Sehingga terjadi proses pengurusan SHM dengan cara yang tidak sesuai prosedur,” tambahnya.

Proses Pengurusan SHM yang Tidak Sesuai Prosedur

Dalam kasus ini, adanya indikasi pelanggaran prosedur pengurusan SHM menjadi salah satu poin utama yang ditinjau oleh pihak berwenang. Dugaan ini muncul setelah ditemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

Proses pengurusan SHM yang tidak sesuai dengan aturan dapat berdampak serius, baik bagi pihak yang terlibat maupun bagi sistem administrasi tanah secara keseluruhan. Oleh karena itu, kasus ini menjadi perhatian khusus dari lembaga hukum dan pemerintah daerah.

Sidang yang akan berlangsung pekan depan diharapkan bisa memberikan jawaban yang jelas dan adil bagi semua pihak terkait. Apakah para terdakwa akan dihukum sesuai tuntutan JPU, atau justru dibebaskan atas dasar argumen yang diajukan oleh pihak pembela.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *