Suap Hakim CPO, Komplain dan Kode-kode Uang Haram

Kasus Suap Rp 40 Miliar yang Melibatkan Mantan Pejabat Pengadilan

JAKARTA – Dalam kasus dugaan korupsi yang menimpa mantan pejabat pengadilan, terdapat dugaan penerimaan suap senilai Rp 40 miliar oleh sejumlah orang yang terlibat dalam pengadilan. Dugaan ini melibatkan eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan lima orang lainnya. Mereka diduga menerima uang suap untuk memberikan vonis lepas atau onslag kepada tiga perusahaan besar yang terlibat dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO).

Dalam sidang pengadilan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan dakwaan bahwa Arif bersama dengan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, serta majelis hakim yang mengadili perkara, yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, diduga menerima suap dari tiga korporasi besar. Tiga perusahaan tersebut adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Awalnya, ketiga perusahaan tersebut menyiapkan uang senilai Rp 20 miliar untuk membebaskan mereka dari kasus yang sedang ditangani. Namun, jumlah uang suap yang diberikan justru meningkat menjadi lebih besar. Dalam prosesnya, pihak korporasi hanya menyetorkan uang senilai USD 2 juta atau setara Rp 32 miliar. Uang ini diserahkan kepada para terdakwa sekitar bulan Oktober 2024.

Proses Penerimaan Suap dan Komplain

Arif Nuryanta sempat menolak permintaan awal dari pengacara korporasi, Ariyanto, yang menawarkan uang sebesar Rp 20 miliar. Saat itu, ia menyatakan bahwa jika uang yang diberikan mencapai 3 juta dollar, maka ia akan menerimanya. Pernyataan ini diucapkan Arif saat bertemu langsung dengan Ariyanto di sebuah rumah makan di Kelapa Gading, Jakarta Timur, pada 18 Juli 2024.

Setelah mendapatkan uang sebesar USD 2 juta, Arif kemudian melakukan komplain kepada Wahyu Gunawan karena merasa uang suap yang diberikan tidak sesuai dengan harapan. Ia menyebut Ariyanto sebagai wanprestasi karena jumlah uang yang diberikan tidak sesuai dengan permintaannya. Perasaan tidak puas ini kemudian disampaikan oleh Wahyu kepada Ariyanto.

Meskipun ada protes, uang suap sebesar Rp 32 miliar tetap dibagi-bagikan kepada para hakim. Arif menerima sebesar Rp 12,4 miliar, Djuyamto mendapat Rp 7,8 miliar, sementara Ali dan Agam masing-masing menerima Rp 5,1 miliar. Wahyu Gunawan juga mendapat bagian sebesar Rp 1,6 miliar.

Uang Baca Berkas Sebelumnya

Sebelum menerima suap sebesar Rp 32 miliar, para terdakwa juga telah menerima uang baca berkas sebesar Rp 8 miliar. Uang ini diberikan sekitar bulan Juni 2024, saat persidangan perkara korupsi CPO sedang berlangsung.

Pada saat itu, Arif selaku Wakil Ketua PN Jakpus memanggil Djuyamto selaku ketua majelis hakim dan hakim anggota Agam Syarief Baharudin ke ruang kerjanya. Arif menyampaikan bahwa ada titipan dari pihak lain untuk membaca berkas perkara. Ia meminta para hakim untuk mengambil uang yang sudah diberikan oleh Ariyanto sebelumnya.

Dari uang baca berkas sebesar Rp 8 miliar, Arif mendapatkan sebesar Rp 3,3 miliar. Wahyu Gunawan menerima Rp 800 juta, sementara Djuyamto menerima Rp 1,7 miliar. Agam dan Ali masing-masing mendapatkan Rp 1,1 miliar.

Total Penerimaan Suap

Dari dua pemberian uang tersebut, total uang suap yang diterima oleh para terdakwa mencapai Rp 40 miliar. Dalam kasus ini, para terdakwa didakwa dengan Pasal 12 huruf c subsider Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *