Presiden Trump Siap Menengahi Konflik Pakistan-Afghanistan
JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan kesiapan untuk menjadi mediator dalam konflik bersenjata yang kembali memanas antara Pakistan dan Afghanistan.
Hal ini terjadi setelah bentrokan mematikan terjadi di wilayah perbatasan kedua negara beberapa waktu lalu. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang bisa berdampak pada stabilitas regional.
Menurut laporan militer Pakistan, sedikitnya 23 tentaranya tewas dalam bentrokan terparah sejak Taliban berkuasa di Afghanistan pada 2021. Di sisi lain, pihak Taliban mengklaim sembilan anggotanya juga turut gugur dalam pertempuran tersebut.
Kedua belah pihak saling mengklaim bahwa korban yang mereka alami lebih besar, namun tidak memberikan bukti konkret untuk mendukung klaim masing-masing.
Pakistan menyatakan telah membunuh lebih dari 200 pejuang Taliban dan sekutu mereka, sementara pihak Kabul mengklaim bahwa 58 tentara Pakistan tewas dalam serangan balasan.
Pemerintah Afghanistan menegaskan bahwa pasukannya hanya merespons pelanggaran berulang terhadap wilayah darat dan udara oleh militer Pakistan.
Sementara itu, Islamabad menyebut serangan udara yang dilancarkan menargetkan tempat persembunyian kelompok teror Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) di wilayah Afghanistan.
Menanggapi situasi ini, Presiden Trump menyampaikan kesediaannya untuk menengahi konflik antara dua negara tersebut. Dalam wawancara dengan wartawan di pesawat Air Force One saat menuju Israel, ia mengatakan:
“Ini akan menjadi perang kedelapan yang telah saya selesaikan,” ujarnya sambil tertawa. “Saya dengar sekarang sedang terjadi perang antara Pakistan dan Afghanistan. Saya bilang itu harus menunggu sampai saya kembali. Karena saya ahli dalam menyelesaikan perang, menciptakan perdamaian, dan merupakan suatu kehormatan untuk melakukan ini.”
Trump berbicara usai ditanya mengenai penghargaan atas perannya dalam memediasi gencatan senjata Gaza antara Israel dan Hamas. Ia menegaskan bahwa tujuan utamanya adalah menyelamatkan nyawa, bukan untuk mendapatkan penghargaan seperti Hadiah Nobel Perdamaian.
Saat ini, Trump sedang melakukan kunjungan ke Israel dan Mesir untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata di Gaza, yang ia bantu mediasi.
Kesepakatan tersebut menuntut Hamas membebaskan 48 tawanan Israel, baik yang masih hidup maupun telah meninggal, sebagai imbalan pembebasan ratusan tahanan Palestina oleh Israel.
Meski situasi di Timur Tengah mulai mereda, konflik di Asia Selatan justru meningkat. Juru bicara pemerintah Afghanistan, Zabihullah Mujahid, mengatakan pasukan Afghanistan telah merebut 25 pos perbatasan milik tentara Pakistan dan melukai sekitar 30 tentaranya.
Ia menegaskan bahwa situasi di seluruh perbatasan resmi dan garis de facto Afghanistan kini sepenuhnya terkendali, serta aktivitas ilegal sebagian besar telah dicegah.
Pakistan menuduh Afghanistan melindungi kelompok teror TTP yang dianggap bertanggung jawab atas serangan mematikan di wilayahnya. Namun, Kabul membantah tuduhan tersebut dan menegaskan tidak mengizinkan wilayahnya digunakan untuk menyerang negara lain.
Penjabat Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi, yang sedang berada di India, mengatakan Kabul menghormati seruan negara-negara Teluk untuk menghentikan apa yang disebutnya sebagai “serangan balasan” terhadap Pakistan.
Ia menegaskan bahwa pihaknya ingin menyelesaikan situasi secara damai, tetapi jika upaya perdamaian gagal, maka Afghanistan memiliki pilihan lain.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Taliban terkait tawaran Trump untuk menengahi konflik perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan.











