Yen Jepang Melemah Akibat Ketidakpastian Politik dan Ekspektasi Stimulus Fiskal
JEPANG – Mata uang yen Jepang mengalami penurunan terhadap dolar AS di tengah situasi ketidakpastian politik yang meningkat. Pelemahan ini terjadi setelah rencana pengunduran diri Perdana Menteri Shigeru Ishiba memicu spekulasi tentang siapa yang akan menjadi penggantinya. Investor kini sedang menantikan keputusan dari partai politik terkait calon pemimpin berikutnya.
Berdasarkan data Bloomberg, kurs yen melemah hingga 0,7% ke level 148,42 per dolar AS pada awal perdagangan Senin (8/9/2025) pukul 04.00 waktu Tokyo. Pekan lalu, yen juga menjadi salah satu mata uang terlemah di antara negara-negara G10. Pelemahan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpastian terkait kebijakan fiskal dan moneter Jepang.
Obligasi pemerintah Jepang tenor panjang terlihat rentan terhadap aksi jual, terutama ketika pasar obligasi dibuka lebih siang. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kekhawatiran terkait belanja pemerintah. Di sisi lain, pasar saham Jepang diperkirakan akan bergerak fluktuatif karena adanya sentimen yang saling bertolak belakang.
Meskipun ekspektasi mundurnya Ishiba sudah terdengar sejak Partai Demokrat Liberal (LDP) yang dipimpinnya tampil buruk dalam pemilu Juli lalu, pelaku pasar masih mencermati seberapa besar stimulus fiskal yang mungkin diusung oleh calon penggantinya. Selain itu, mereka juga melihat sejauh mana langkah tersebut bisa memengaruhi laju kenaikan suku bunga Bank of Japan (BOJ).
Katsutoshi Inadome, Senior Strategist di Sumitomo Mitsui Trust Asset Management, menyatakan bahwa masih belum jelas siapa yang akan menjadi perdana menteri berikutnya. Namun, ia mengatakan sulit membayangkan ada sosok dengan disiplin fiskal yang lebih baik dari Ishiba. Kekhawatiran terkait fiskal membuat kinerja obligasi ultra-jangka panjang terus melemah dan kemungkinan akan semakin buruk.
Kenaikan imbal hasil obligasi Jepang (JGB) dinilai memiliki potensi dampak global. Pasar dunia saat ini sedang waspada terhadap risiko penyebaran gangguan ke pasar obligasi di Eropa maupun AS. Yen yang akhir pekan lalu ditutup di sekitar 147,43 per dolar AS diperkirakan akan melemah ke kisaran 149,10–149,20, menurut analis IG Sydney Tony Sycamore.
Nick Twidale dari ATFX Global Markets menilai kenaikan suku bunga BOJ tahun ini bisa batal karena ketidakpastian politik. Ia menambahkan bahwa yen akan bergerak liar dan sulit diperdagangkan, serta meningkatkan risiko bagi pasar suku bunga.
Pasar swap hampir tidak memperkirakan adanya langkah kebijakan dalam pertemuan BOJ bulan ini. Ekspektasi kenaikan suku bunga penuh baru muncul pada April 2026, dengan peluang kurang dari 50% untuk terjadi pada Desember tahun ini. Takuya Kanda, Kepala Riset Gaitame.com Research Institute di Tokyo, bahkan sudah memperingatkan bahwa yen berisiko melemah kembali ke level 150 per dolar AS akibat dinamika politik domestik.
Perbedaan Pandangan Terhadap Pasar Saham Jepang
Sementara itu, pandangan terhadap pasar saham Jepang terbelah. Biasanya, bursa akan diuntungkan dari stimulus fiskal dan pelemahan yen. Namun, ketidakpastian politik membuat arah pergerakan tidak pasti. Jumpei Tanaka, Kepala Strategi Investasi Pictet Asset Management Japan, menyatakan bahwa ketidakpastian politik diperkirakan sedikit mereda sehingga memicu kenaikan sementara. Namun, Tanaka menambahkan bahwa perhatian investor akan segera bergeser pada calon pengganti Ishiba.
Hiroshi Namioka, Chief Strategist di T&D Asset Management Tokyo, menilai saham Jepang berpotensi terkoreksi saat pembukaan perdagangan Senin, sebagian akibat dampak data tenaga kerja AS. Ia menambahkan bahwa meski pengunduran diri Ishiba sudah diperkirakan, hal itu belum sepenuhnya tercermin di harga pasar.
Beberapa nama yang muncul sebagai calon pengganti Ishiba di internal LDP antara lain Sanae Takaichi, mantan Menteri Dalam Negeri yang pro-stimulus dan cenderung mendukung sikap hati-hati BOJ terkait kenaikan suku bunga; Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi, putra mantan Perdana Menteri Junichiro Koizumi; Nama Takayuki Kobayashi, mantan Menteri Keamanan Ekonomi; Yoshimasa Hayashi, Kepala Sekretaris Kabinet; serta Menteri Keuangan Katsunobu Kato.
Ken Matsumoto, Macro Strategist di Credit Agricole, menyebut skenario utama saat ini adalah Takaichi yang menggantikan Ishiba. Matsumoto mengatakan bahwa Takaichi dikenal dovish baik dalam kebijakan moneter maupun fiskal. “Koizumi cenderung netral, sementara Hayashi lebih hawkish secara fiskal, sehingga bisa mendorong perataan kurva imbal hasil jika terpilih,” tambahnya.