OTT Ditemukan, KPK Ungkap Perlawanan Tri Taruna Fariadi Saat Ditangkap

KPK Benarkan Tersangka Melarikan Diri Saat OTT

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi, berhasil melarikan diri saat dilakukan penangkapan oleh penyidik. Penyebab utamanya adalah tindakan perlawanan yang dilakukan oleh tersangka.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dalam proses penangkapan tersebut, Tri Taruna sempat melakukan perlawanan. Hal ini memicu kegagalan penangkapan terhadapnya.

Menurut Asep, KPK kini sedang melakukan upaya pencarian terhadap Tri Taruna Fariadi. Jika upaya pencarian tidak membuahkan hasil, maka pihaknya akan menerbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap tersangka tersebut.

Tiga Tersangka dalam Kasus Korupsi

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang pejabat di Kejari HSU sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa pemerasan. Ketiga tersangka tersebut adalah:

  • Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN)
  • Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), Asis Budianto (ASB)
  • Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun), Tri Taruna Fariadi (TAR)

Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 18 Desember 2025. Namun, dari ketiga tersangka tersebut, hanya APN dan ASB yang saat ini ditahan oleh KPK. Sementara itu, TAR diketahui tidak hadir saat operasi berlangsung dan kini masih dalam pencarian.

Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa meskipun TAR lolos dari OTT, ia tetap ditetapkan sebagai tersangka. KPK menduga bahwa TAR melarikan diri untuk menghindari penangkapan. Ia juga memberikan peringatan keras kepada TAR agar segera menyerahkan diri ke KPK untuk menjalani proses hukum.

Modus Pemerasan yang Dilakukan Tersangka

Dalam konstruksi perkara, KPK mengungkapkan bahwa para tersangka diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), hingga RSUD. Modus yang digunakan adalah menakut-nakuti para pejabat dinas dengan ancaman akan menindaklanjuti Laporan Pengaduan (Lapdu) dari LSM jika tidak memberikan uang.

Kajari HSU, Albertinus (APN), diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya Rp804 juta dalam kurun waktu November hingga Desember 2025. Uang tersebut diterima melalui perantara Asis dan Tri Taruna.

Rinciannya, melalui Tri Taruna, APN menerima uang dari Kepala Dinas Pendidikan HSU sebesar Rp270 juta dan Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta. Sementara melalui Asis, APN menerima Rp149,3 juta dari Kepala Dinas Kesehatan HSU.

Selain menjadi perantara bagi atasannya, Tri Taruna sendiri diduga memiliki rekening gendut dari hasil pemerasan. KPK menemukan bukti bahwa TAR diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar, yang berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU pada tahun 2022 sebesar Rp930 juta dan dari rekanan pada tahun 2024 sebesar Rp140 juta.

Penahanan dan Barang Bukti

Albertinus dan Asis telah resmi ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama, terhitung mulai 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026. Dalam OTT tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp318 juta dari kediaman Kajari HSU.

KPK berharap penindakan ini dapat memberikan efek jera agar modus korupsi penegak hukum yang memeras tidak kembali terulang. Selain itu, langkah ini juga bertujuan untuk memberi kepercayaan publik bahwa negara tidak toleran terhadap praktik korupsi.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *