Pernah Terlibat Korupsi, Kini Nazaruddin Jadi Ketua Partai

JAKARTA – Muhammad Nazaruddin adalah sosok yang kini tengah menarik perhatian publik setelah meluncurkan partai politik baru bernama Partai Rakyat Indonesia (PRI). Ia dikenal sebagai mantan politisi berpengalaman yang sebelumnya menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat.

Meskipun sempat terlibat dalam kasus korupsi, kini ia kembali aktif di dunia politik dengan menggandeng tokoh muda seperti Aditya Yusma untuk membangun PRI.

Nazaruddin lahir pada 16 Agustus 1978 di Bangun, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Ia adalah anak kelima dari tujuh bersaudara dalam keluarga Muhammad Latif Khan dan Aminah.

Kedua orang tuanya merupakan warga keturunan Pakistan. Awalnya, ia dinamai Muhammad Nazaruddin Khan, tetapi nama belakang tersebut kemudian dihilangkan oleh ayahnya.

Sebelum terjun ke dunia politik, Nazaruddin sukses sebagai pengusaha di bidang pengadaan alat kesehatan, konstruksi, perkebunan, dan jasa. Pada tahun 2002, ia mendirikan CV Anak Negeri di Pekanbaru, Riau, yang kemudian berkembang menjadi PT Anak Negeri.

Karier politiknya dimulai pada 2004 saat ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif melalui Partai Pembangunan Persatuan. Namun, usaha itu gagal, dan ia beralih ke Partai Demokrat.

Pada periode 2009-2014, Nazaruddin menjabat sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur IV. Tahun 2010, ia menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat.

Sayangnya, pada 2011, ia terlibat dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet Hambalang untuk SEA Games ke-26. Kasus ini membuatnya ditetapkan sebagai tersangka dan akhirnya dipecat dari Partai Demokrat.

Dalam kasus tersebut, Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar dari Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI), Mohammad El Idris. Suap ini diberikan agar PT DGI memenangi lelang proyek senilai Rp 191 miliar.

Akibatnya, Nazaruddin ditangkap Interpol di Cartagena, Kolombia, pada 6 Agustus 2011. Setelah menjalani proses hukum, hukumannya diperberat dari 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara.

Setelah menjalani hukuman, Nazaruddin bebas dari Lapas Sukamiskin pada 14 Juni 2020 setelah mendapatkan Cuti Menjelang Bebas (CMB).

Kini, ia kembali aktif dalam dunia politik dengan mendirikan PRI. Partai ini memiliki semangat nasional religius, berlandaskan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. PRI juga mendukung Astacita (Delapan Cita) dan tujuh program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

Lambang PRI adalah kepala harimau putih yang dikelilingi padi dan kapas. Harimau putih melambangkan harapan bahwa Indonesia akan menjadi “macan dunia”, sedangkan padi dan kapas simbol ketahanan dan kemandirian pangan serta sandang.

Aditya Yusma, yang dikenal sebagai tokoh pemuda dan relawan Prabowo-Gibran, menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PRI. Ia menyatakan bahwa PRI akan menjadi rumah bagi rakyat, termasuk anak yatim piatu, aktivis, ormas, ulama, dan pejuang. PRI juga bertujuan untuk mewujudkan visi Indonesia Emas bersama Presiden Prabowo Subianto.

Acara deklarasi PRI dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk guru, pedagang asongan, buruh, petani, ulama, ibu rumah tangga, mitra ojek online, dan mahasiswa.

Acara ini juga diisi dengan 300 anak yatim dan berbagai simbol angka delapan, seperti delapan unsur masyarakat, delapan jenis makanan tradisional, dan delapan macam bunga.