LERENG barat Gunung Slamet di wilayah Kabupaten Brebes selatan berselimut permadani. Tanaman sayuran kentang laksana permadani yang menghampar luas ratusan hektar di wilayah Kecamatan Sirampog dan Paguyangan Kabupaten Brebes. Sayuran itu ditanam oleh para petani penggarap, yang konon dimodali oleh para bandar atau cukong.
Hutan lindung di lereng barat Gunung Slamet seluas lebih dari seribu hektar dibabat habis oleh hawa nafsu para cukong. Mereka melakukan pembalakan liar secara ugal-ugalan untuk mengalihfungsikan hutan lindung menjadi lahan pertanian. Hasil panen mereka jual ke pabrik-pabrik skala nasional.
Aksi pembalakan liar itu terjadi sejak lama dan kian masif hingga saat ini. Pembalakan besar-besaran dilakukan dalam kurun waktu 2017 hingga memasuki masa pandemi Covid-19, tepatnya di akhir tahun 2021. Hutan yang gundul hungga ketinggian 2100 mdpl (meter di permukaan laut) ini memancing emosi warga karena bencana yang datang bertubi-tubi.
Sekelompok pemuda mengaku prihatin dengan kondisi alam yang tak lagi bersahabat dalam lingkup ekologis ini. Mereka yang tergabung dalam aktivis lingkungan “Jaga Rimba”, telah mengedukasi warga hingga menjaga hutan lindung yang terlanjur gundul. Bahkan, secara bergantian, mereka menginap di Selter Konservasi Jaga Rimba di ketinggian 2010 mdpl.
Abdul Rozak, selaku pembina aktivis lingkungan “Jaga Rimba” mengaku, bersama kelompoknya yang berjumlah 160 orang ia terus melakukan giat konservasi, patroli, penanaman bibit pohon dan perawatan serta penjagaan hutan lindung di wilayah Kecamatan Sirampog.
Semua kegiatan itu dilakukan secara mandiri dan swadaya tanpa campur tangan pemerintah. Bahkan mereka juga tak lelah mengedukasi warga untuk menjaga ekosistem alam pegunungan.
“Sekitar tanggal 17 Agustus 2023, saya kedatangan tamu misterius, merokok bareng. Tamu itu menyampaikan pesan, kalau saudara yang di atas masih tetap rusak alam, akan dikirimi bencana, penyakit, dan nasib melarat semelarat melaratnya,” kata Rozak, Jumat 9 Mei 2025.