Sementara itu, kamar belakang terbuat dari papan kalsibot berkerangka kayu dan bambu. Kamar itu sebagai tempat tidur sudari.
Kondisinya pun tak jauh beda dengan kamar depan. Kedua kamar itu masing masing berukuran 2×2 meter. Di antara dua kamar itu terdapat ruang kosong serba guna.
Ruang kosong itu, digunakan sebagai tempat jemuran, cuci piring, dan tempat mandi tanpa jamban. Gubuk reyot itu hanya berlantai tanah yang lembab.

Mirisnya, Sudari dan kedua cucu perempuannya itu tinggal di pusat kota dan satu kelurahan dengan Kantor Bupati dan hanya beberapa meter dari Pendopo Bupati.
“Saya tinggal bareng sama dua cucu. Orangtua mereka pisah pergi. Mereka memilih tinggal bersama saya. Suami saya meninggal dari tahun 2008,” kata Sudari ditemui di rumahnya, Jumat 7 Maret 2025.
Untuk kebutuhan sehari-hari, Sudari mengandalkan cucu pertamanya yang ikut bekerja di kantin sekolah. Dia mengaku sejak sering mengalami sakit-sakitan, tak lagi berkerja sebagai buruh cuci.
Sudari mengaku selama ini tinggal di gubuk itu dengan segala kepasrahan. Ia pun tak berharap banyak dari belas kasihan orang-orang.
“Dulu jadi buruh cuci dan kerja lainnya. Sekarang sudah sakit-sakitan dan tidak bisa kerja lagi,” lanjut dia.